Breaking

Saturday, January 2, 2016

Pendidikan Karakter Sebagai Manifestasi Peradaban Bangsa

Membaca realtia pendidikan di Indonesia saat ini mungkin bisa membuat kita bingung, pasalnya setiap ganti kepemimpinan, kurikulum atau sistem pendidikan itu berganti pula. Namun pada dasarnya penulis melihat bahwa pemerintah ingin melakukan yang terbaik buat pendidikan dan generasi bangsa. Hal ini tentu selaras dengan statement Ki Hajar Dewantara, seorang Bapak Pendidikan Bangsa pernah berkata yang termuat dalam bukunya pada bagian pertama tentang pendidikan, bahwa “Untuk mendapatkan sistem pendidikan yang berfaedah bagi perikehidupan bersama, harsulah sistem itu disesuaikan dengan hidup dan penghidupan rakyat. Oleh karena itu wajiblah kita menyelidiki segala kekurangan dan kekecewaan dalam hidup kita berhubung dengan sifat masyarakat yang kita kehendaki”.

Petikan kata-kata tersebut tentunya menjadi spirit untuk senantias berusaha menciptakan sistem pendidikan yang “berhasil”, hingga dari waktu ke waktu sistem pendidikan selalu berubah dan akhir-akhir ini pendidikan karakter menjadi sebuah sistem yang pendidikan yang menjadi prioritas dalam membenahi pendidikan di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari prioritas pembangunan nasional sebagaimana yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005 – 2025 (UU No. 17 Tahun 2007) antara lain adalah mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila”. Salah satu upaya untuk merealisasikannya adalah dengan memperkuat jati diri dan karakter bangsa melalui pendidikan. Upaya ini bertujuan untuk membentuk dan membangun manusia Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan antar umat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral, dan etika pembangunan bangsa. (Baca juga: Pendidikan Karakter Sebagai Landasan Gerak Revolusi Mental)

Di dalam Perpres No. 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional disebutkan juga bahwa inti dari program aksi bidang pendidikan di antaranya adalah penerapan metodologi pendidikan yang tidak lagi berupa pengajaran demi kelulusan ujian (teaching to the test), namun pendidikan menyeluruh yang memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan terhadap budaya-bahasa Indonesia dengan memasukkan pula pendidikan kewirausahaan sehingga sekolah dapat mendorong penciptaan hasil didik yang mampu menjawab kebutuhan sumber daya manusia.

Untuk itu tidak salah pula ketika pemerintah mengotak-atik sistem pendidikan dengan menyesuaikan situasi dan kondisi bangsa, namun menurut penulis kaya apapun bentuk dan sistem pendidikan itu, pendidikan akhlak/moral lah yang paling utama diperhatikan. Hal ini perlu dilakukan mengingat akhlak merupakan landasan hati dan berpikir setiap manusia. Betapa pentingnya akhlak dan ilmu tersebut, Allah swt mengingatkan dalam firmnnya yang artinya: Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmupengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. AL-Mujadalah : 11).

Untuk itu sebuah langkah yang tepat ketika pemerintah hendak memperbaiki sistem pendidikan dimulai dari pendidikan akhlak atau budi pekertinya, yang dalam hal ini sering sisebut pendidikan karakter.

Dalam mengimplementasikan pendidikan karakter tersebut pula, pemerintah tidak boleh melupakan yang namanya budaya, karena diakui atau tidak, budaya merupakan salah satu jatidiri bangsa yang menjadi pondasi kokohnya persatuan indonesia. Yang penulis maksudkan untuk memperhatikan budaya lokal maupun nasional di sini adalah, pemerintah perlu menekankan kepada tiap-tiap daerah untuk senantiasa mengangkat dan memelihara budaya-budaya dalam kurikulum pendidikan, misalnya saja saat ini yang telah mulai punah dan ditinggalkan dalam pendidikan adalah persoalan bahasa daerah dan permainan-permaian lokalitas yang interaktif dan menyenangkan.

Dengan begitu, menurut hemat penulis, pendidikan karakter akan bisa terwujud jika mengangkat kembali karakter-karakter lokalitas yang menjadi budaya dari tiap-tiap daerah barulah kemudian berkonsentrasi pada karakter bangsa secara nasional. Ahirnya sebelum mengahiri coretan ini ada baiknya pula kita renungkan apa yang dikatakan oleh Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara bahwa: “Pengaruh pengajaran itu umumnya memerdekakan manusia atas hidupnya lahir, sedang merdekanya hidup batin itu terdapat dari pendidikan”. Semoga saja coretan-coretan retak ini bisa bermanfaat bagi kita semua.

No comments:

Post a Comment

Adbox