Breaking

Tuesday, December 29, 2015

Makalah Leadership (Kepemimpinan)

Membaca Tipe Kepeimpinan Menuju Kepemimpinan Yang Efektif
                                                         
                                                                             BAB I

A.      Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan sesama serta dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun dalam kelompok kecil.
Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga. Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan dengan baik.

Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan baik.

B.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan, banyak permasalahan yang penulis dapatkan. Permasalahan tsb antara lain :
1.    Apa itu Leadership/Kepemimpinan?
2.    Apa Faktor yang mempengaruhi pemimpin?
3.    Bagaimana hakikat menjadi seorang pemimpin?
4.    Adakah teori – teori untuk menjadi pemimpin yang baik?
5.    Apa & bagaimana menjadi pemimpin yang melayani?
6.    Bagaimana hubungan kearifan lokal dengan kepemimpinan?

.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Kepemimpinan
Secara etimologi, kepemimpinan berasal dari kata dasar pemimpin, dalam bahasa Inggrisnya “leadership” yang berati kepemimpinan, dari kata dasar “leader” berarti pemimpin dan akar katanya “to lead” yang terkandung beberapa arti yang saling erat berhubungan: bergerak lebih awal, berjalan di awal, mengambil langkah awal, berbuat paling dulu, mempelopori, mengarahkan pikiran-pendapat-orang lain, membimbing, menuntun, menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya ( Usman, 2006 ).
Sedangkan menurut Ibnu Kencana Syafiie, secara etimologi kepemimpinan dapat diartikan sebagai berikut:
1.    Berasal dari kata “pimpin” (dalam Bahasa Inggris “lead”) berarti bimbing atau tuntun. Dengan demikian di adalamnya ada dua fihak yaitu yang dipimpin (umat) dan yangmemimpin (imam).
2.    Setelah ditambah awalan “pe” menjadi “pemimpin” (dalam bahasa Inggris “leader” ) berarti orang yang mempengaruhi orang lain melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang lain tersebut bertindak untuk mencapai tujuan tertentu.
3.    Apabila ditambah akhiran “an” menjadi “pimpinan” artinya orang yang mengepalai. Antara pemimpin dengan pimpinan dapat dibedakan, yaitu pimpinan (kepala) cenderung lebih sentralistis, sedangkan pemimpin lebih demokratis.
4.    Setelah dilengkapi dengan awalan “ke” menjadi “kepemimpinan” (dalam bahasa Inggris “leadership” ) berarti kemampuan dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan npencapaian tujuan bersama, sehingga dengan demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok ( Syafiie,2000).
Menurut Tead, Terry, Hoyd, (dalam Kartono:2003), Kepemimpinan atau leadership adalah kegiatan/seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama yang didasarkan kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan kelompok yang diinginkan.
Menurut Young (dalam Kartono: 2003), kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasarkan atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong/mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahllian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal untuk menyelesaikan tugas (Field Manual 22-100).
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
B.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Hersey dan Blanchard (1988) mengajukan semacam formula bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan.
k = f (p, b, s).
Bertolak dengan pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi (f) dan pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s), yang dapat dinotasikan dalam bentuk formula :
Pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dan suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) adalah suatu keadaan di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.
Selain Hersey dan Blanchard, para ahli yang membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan adalah Theodore J. Kowalski, Thomas J. Lasley II, James W. Mahoney (2008). Ketiga ahli ini memandang kepemimpinan dipengaruhi oleh tiga lingkaran variabel, yaitu variabel individu, organisasi, dan sosial.
Keputusan tentu diambil oleh individu. Akan tetapi keputusan itu tidaklah murni disebabkan oleh kehendak individu tersebut, tetapi ada pengaruh dari faktor organisasi kemudian faktor sosial yang melikupi individu tersebut. Kowalski dkk. (2008: 25-46) menguraikan factor – factor dalam tataran individu, organisasi, dan sosial. Pada tataran individu, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah pengetahuan dan keterampilan, karakteristik pribadi, nilai-nilai yang diyakini, penyimpangan, dan gaya dalam membuat keputusan. Variabel organisasi mencakup iklim dan budaya, politik organisasi, ancaman dan resiko, Ketidak-pastian, kerancuan, dan pertikaian. Sedangkan yang mencakup variabel sosial adalah kebutuhan resmi, meta value, politik, dan ekonomi.
Dengan pola dikotomi, berdasarkan formula Hersey dan Blanchard serta penjelasan yang dikemukakan Kowalski dkk. di atas, penulis bisa membagi faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan menjadi dua faktor besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang muncul dari diri pemimpin, sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terkait dengan karakteristik bawahan dan situasi. Termasuk didalamnya situasi organisasi dan sosial.
Faktor Internal
Sebagai seorang pribadi, pemimpin tentu memiliki karakter unik yang membedakannya dengan orang lain. Keunikan ini tentu akan berpengaruh pada pandangan dan cara ia memimpin. Ada karakter bawaan yang menjadi ciri pemimpin sebagai individu, ada kompetensi yang terbentuk melalui proses pematangan dan pendidikan. Menurut Mustodipradja, dengan mengutip Rothwell dan Kazanas, kompetensi pemimpin merupakan cerimanan kepribadian (traits) individual yang bersifat permanen yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Selain traits dan Spencer dan Zwell tersebut, terdapat karakteristik kompetensi lainnya, yatu berupa motives, self koncept.knowledge, dan skill. Menurut review Asropi (2002), berbagai kompetensi tersebut mengandung makna sebagai berikut : Traits merunjuk pada ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap berbagai situasi atau informasi.
Motives adalah sesuatu yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang, yang dapat mengarahkan, mendorong, atau menyebabkan orang melakukan suatu tindakan. Motivasi dapat mengarahkan seseorang untuk menetapkan tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan. Self concept adalah sikap, nilai, atau citra yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri; yang memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang dalam suatu bidang tertentu. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik mental atau pun fisik. Berbeda dengan keempat karakteristik kompetensi lainnya yang bersifat intention dalam diri individu, skill bersifat action. Skill menjelma sebagai perilaku yang di dalamnya terdapat motives, traits, self concept, dan knowledge.
Asropi meyakinkan bahwa terdapat 5 (lima) praktek mendasar pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan unggul, yaitu; (1) pemimpin yang menantang proses, (2) memberikan inspirasi wawasan bersama, (3) memungkinkan orang lain dapat bertindak dan berpartisipasi, (4) mampu menjadi penunjuk jalan, dan (5) memotivasi bawahan.
Adapun ciri khas manajer yang dikagumi sehingga para bawahan bersedia mengikuti perilakunya adalah, apabila manajer memiliki sifat jujur, memandang masa depan, memberikan inspirasi, dan memiliki kecakapan teknis maupun manajerial. Dalam hubungannya dengan kualitas kepemimpinan manajer, kunci dan kualitas kepemimpinan yang unggul adalah kepemimpinan yang memiliki paling tidak 8 sampai dengan 9 dari 25 kualitas kepemimpinan yang terbaik. Dinyatakan, pemimpin yang berkualitas tidak puas dengan “status quo” dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan dirinya. Beberapa kriteria kualitas kepemimpinan manajer yang baik antara lain, memiliki komitmen organisasional yang kuat, visionary, disiplin din yang tinggi, tidak melakukan kesalahan yang sama, antusias, berwawasan luas, kemampuan komunikasi yang tinggi, manajemen waktu, mampu menangani setiap tekanan, mampu sebagai pendidik atau guru bagi bawahannya, empati, berpikir positif, memiliki dasar spiritual yang kuat, dan selalu siap melayani.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal jika dikaitkan dengan formula Hersey dan Blanchard, adalah faktor bawahan dan situasi. Faktor bawahan adalah faktor yang disebabkan oleh karakter bawahan, di dalamnya terkait dengan status sosial, pendidikan, pekerjaan, harapan, ideologi, agama dll. Faktor-faktor itu tentu akan menentukan bagaimana pemimpin mengatur dan mempengaruhinya.
Faktor eksternal lain adalah faktor situasi. Situasi ini berkaitan dengan aspek waktu, tempat, tujuan, karakteristik organisasi dll. Bertalian dengan waktu, perkembangan ilmu dan pengetahuan mempengaruhi cara pandang dan budaya manusia. Perkembangan itu berdampak pula pada perubahan konsep kepemimpinan. Hasbi Umari (2006:1-4) memaparkan bahwa ada perkembangan dalam kepemimpinan dilihat dari konteks sosial umat Islam.
Menurut Umari, Ada tiga fase dalam periodesasi kepemimpinan umat di Indonesia. Setiap fase menunjukan genesis kepemimpinan yang khas. Pertama, fase ulama. Pada fase ini, seseorang menjadi pemimpin umat karena is memiliki pengetahuan agama yang mendalam dan menjadi rujukan umat. Ia melewati masa awal hidupnya di pesantren sebagai santri dan menghabiskan sisa hidupnya jugs di pesantren sebagai kiyai.
Kedua, fase organisator. Sebagai reaksi terhadap kebijakan politis kolonial, mungkin antara lain politik etis, masyarakat khususnya umat Islam membentuk organisasi (sosial, ekonomis, atau politis) seperti Syarikat Islam, Muhanunadiyah, NU, Persis, Jami`atul Khair, dan lain-lain.
Fase ketiga, fase pemuka pendapat (opinion leader). Pada fase ini yang dianggap sebagai pemimpin umat adalah para empu yang (dianggap) pandai melontarkan isu-isu penting untuk dijadikan agenda media massa. Mereka menulis di media, atau menghadiri berbagai seminar dan diskusi. Atau, mereka mampu menyedot massa yang banyak dalam acara-acara mereka. Perkembangan Zaman pun memperlihatkan bahwa ada tiga aliran teori kepemimpinan yang mengalami perubahan pandangan seiring dengan waktu . Studi kepemimpinan yang pada awal perkembangannya cenderung bersifat induktif murni menempati posisi sentral dalam literatur manajemen dan perilaku keorganisasian pada beberapa dekade terakhir.
Secara umum kajian perkembangan riset dan teori kepemimpinan dapat dikategorikan menjadi tiga tahap penting. Pertama, tahap awal studi tentang kepemimpinan menghasilkan teori-teori sifat kepemimpinan (trait theories), yang mengasumsikan bahwa seseorang dilahirkan untuk menjadi pemimpin dan bahwa dia memiliki sifat atau atribusi personal yang membedakannya dari mereka yang bukan pemimpin. Kedua, karena muncul kritik terhadap sulitnya mengelompokkan dan memvalidasi sifat pemimpin, kemudian muncul teori-teori perilaku kepemimpinan (behavioral theories). Pada teori ini penekanan yang semula diarahkan pada sifat pemimpin dialihkan kepada perilaku dan gaya yang dianut oleh para pemimpin. Dengan demikian, berdasarkan teori ini, agar organisasi dapat berjalan secara efektif, terdapat penekanan terhadap suatu gaya kepemimpinan terbaik (one best way of leading). Ketiga, berdasarkan anggapan, bahwa baik teori-teori sifat kepemimpinan maupun teori-teori perilaku kepemimpinan memiliki kelemahan yang sama yaitu mengabaikan peranan penting faktor-faktor situasional dalam menentukan efektifitas kepemimpinan, kemudian muncul teori-teori kepemimpinan situasional (situational theories). Dan pengembangan kelompok teori yang terakhir ini, maka terjadi perubahan orientasi dari `one best way leading’ menjadi ‘context-sensitive leadership’ (Dewi, Piramida Vol.V no.1, 2009).
Dilihat dari faktor tempat pun, konsep kepemimpinan pun akan berubah. Dilihat dari cakupannya, kita bisa mengkategorikan kepemimpinan lokal, regional, nasional, bahkan internasional. Semakin luas cakupan kepemimpinan akan berdampak pada tuntutan nilai-nilai universal yang lebih luas. Semakin sempit cakupan (lokal bahkan pada level organisasi) akan muncul tuntutan warna loka sesuai dengan kultur masayarakat setempat. Tulisan La Ode Turi (Budaya Kepemimpinan Lokal dalam Pelaksanaan MBS, Universitas Kendari) dan Tulisan Dewi Kurniasih (Kepemimpinan Politik Orang Sunda, Unikom Bandung) merupakan contoh pendapat bahwa kepemimpinan di wilayah lokal, harus memperhatikan aspek budaya lokal jika kepemimpinan itu ingin efektif.
Agama dan ideologi pun tentu berpengaruh terhadap kepemimpinan. Komunitas masyarakat Islam, tentu akan menggunakan nilai-nilai Islam dalam penyusunan konsep dan aplikasi kepemimpinannya. Demikian pula masyarakat Kristen, Budha, dll. Ideologi komunis akan menjalankan kepemimpinan dengan ideologi komunis, demikian pula ideologi liberal.
Menurut Model Fiedler, terdapat tiga hal yang mempengaruhi situasi seorang pemimpin, yaitu:
1.      Leader-member relations, yaitu tingkat kepercayaan diri (confidence), kepercayaan (trust), dan penghargaan (respect) dari bawahan kepada pemimpinannya.
2.      Position power, yaitu pengaruh yang dihasilkan oleh seseorang karena posisi struktural formal di dalam organisasi; meliputi kekuasaan seorang pemimpin untuk mempekerjakan dan memberhentikan karyawan (hire and fire), disiplin, mempromosikan karyawan, dan memberikan gaji.
3.      Task structure , yaitu tingkat pembagian kerja dan penyusunan prosedur kerja.
Implementasi dari pemahaman situasi ini adalah sebagai berikut: Jika hubungan antara pemimpin dan anggota (leader –member relations) baik, tugas didelegasikan dengan baik, dan kekuasaan struktural berjalan dengan baik, maka kinerja organisasi akan membaik.
Teori lain yang berkaitan dengan hubungan antara sikap anak buah dan pemimpin adalah:
1.        Path-Goal Theory yaitu teori yang menyataan bahwa pekerjaan seorang pemimpin adalah membantu anak buahnya untuk mencapai tujuan dan menyediakan arahan untuk mendukung dan menjamin tujuannya agar sejalan dengan tujuan kelompok atau perusahaan.
2.    Leader-participation model, yaitu teori yang menyediakan seperangkat aturan untuk menentukan bentuk dan jumlah pengambilan keputusan yang dapat diambil bersama dalam situasi yang berbeda. Artinya, selan seorang pemimpin dapat mengambil keputusan secara independent, ada kalanya untuk situasi tertentu ia dapat melibatkan anggota timnya dalam proses pengambilan keputusan.

C.      Tipe Kepemimpinan
Tipe atau macam kepemimpinan sangatlah unik untuk dibicarakan, karena dari sini kita bisa menelisik lebih jauh tipe kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin. Ada banyak sekali tipe kepemimpinan yang saya sebutkan. Untuk lebih jelasnya simaklah keterangan di bawah ini.
Secara umum tipe kepemimpinan dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu :
1.      Tipe Otoriter
Tipe kepemimpinan yang berpusat pada pekerjaan tanpa menghiraukan kepentingan anggota kelompok sama sekali. Keputusan senantiasa berada ditangan pemimpin, anggota kelompok cenderung dijadikan sebagai alat untuk mengeksploitir tujuan kelompok semata, sehingga tipe ini mempunyai kekuasaan absolute.
2.      Tipe Laizess Faire
Tipe Laizess faire ini memberikan kebebasan yang terlalu luas bagi anggota kelompok, sehingga kelompok seolah-olah  tidak mempunyai seorang pemimpin, sehingga anggota kelompok cenderung memperlihatkan perilaku agresif yang tinggi.
3.      Tipe Demokratis
Tipe demokratis merupakan pola kepemimpinan yang sama mementingkan tercapainya tujuan kelompok seoptimal ,mungkin dengan mengikuti sertakan seluruh partisipasi anggota, daya dan segenap kemampuan tanggung jawab bersama. Itulah sebabnya ciri utama gaya kepemimpinan ini adalah pendistribusian wewenang dan tanggung jawab pemimpin pada sejumlah anggota, tanpa mengurangi partisipasi dan tanggung jawab terhadap kelompok secara keseluruhan.
Tipe Kepemimpinan Menurut Blake dan Mouton :
1.    Tipe Improverished
Merupakan perilaku kepemimpinan dengan segala tindakannya yang kurang berkualitas baik ditinjau dari segi kerjsamanya dengan anggota kelompok maupun dari segi pencapaian tujuan kelompok itu sendiri. Kepemimpinan seperti ini dapat disebut sebagai kepemimpinan plinplan.
2.    Tipe Ujung tombak Kelompok
Kepemimpinan yang menganggap faktor manusia sebagai robot pekerja tujuan kelompok. Ciri-cirinya adalah kejam, mengeksplottir anggota kelompok, tidak manusiawi, menstruktur batas waktu kerja tak terbatas, memberikan sangsi beret terhadap kegagalan dan kelalaian, bertipe hubungan impersonal.
3.    Tipe Manusiawi
Merupakan pemimpin yang sangat mementingkan keharmonisan hubungan antar pribadi sesama anggota dan mengesampingkan tujuan utama kelompok. Cirinya adalah sangat menghargai eksis-tensi individu sebagai pribadi bersikap lunak, rumah dan penuh kesopanan, penampilan sebagai manusia (penyayang manusia), rela berkorban demi kepentingan anggota, punya tenggang rasa yang tinggi.
4.    Tipe Team Builder
Tipe ini sangat mementingkan tujuan dan keharmonisan hubungan sosial anggota kelompok. Target tujuannya harus tercapai dan hubungan sosial tetap terbina, harmonis dan penuh keakraban. Tipe ini adalah yang paling baik dan tidak perlu disangsikan lagi efektivitasnya, apalagi bila digabungkan dengan pola pendekatan situasional.
5.    Tipe The Middle of the Roader
Tipe ini membuat perilaku perimbangan antara tujuan dan hubun­gan sosial anggota kelompok. Keduanya sama dianggap penting dan perlu dicapai secara bersamaan. Tipe ini tidak jauh berbeda dengan gaya kepemimpinan demokratis kalau tidak boleh dikatakan identik.
D.      Fungsi Kepemimpinan
Fungsi pemimpin dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
1.    Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanaan administrasi dan menyediakan fasilitasnya.
2.    Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing, staffing, directing, commanding, controling, dsb.
Aspek pertama pendekatan perilaku kepemimpinan menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Fungsi kepemimpinan itu memiliki dua dimensi sebagai berikut:
Dimensi berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemimpin.
Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah:
1.Fungsi Instruktif
2.Fungsi Konsultatif
3.Fungsi Partisipasi
4.Fungsi Delegasi
5.Fungsi Pengendalian
Menurut Ki Hajar Dewantara Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari kepemimpinan Pancasila adalah :
1.    Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang dipimpinnya.
2.    Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
3.    Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
E.       Teori Kepemimpinan
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Seorang pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang kepemimpinan antara lain :
  1. Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.
Keith Devis merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, antara lain :
a.    Kecerdasan
Berdasarkan hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang lebih tinggi pula.
b.    Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
Umumnya di dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal, seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini membuat pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian yang diyakini kebenarannya.
c.    Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
Seorang pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta dorongan untuk berprestasi.Dorongan yang kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan efisien.
d.   Sikap Hubungan Kemanusiaan
Adanya pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya mampu berpihak kepadanya
  1. Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
Berdasarkan penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki kecendrungan kearah 2 hal.
a.    Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia berkonsultasi dengan bawahan.
b.    Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan hasil yang akan dicapai.
  1. Teori Kewibawaan Pemimpin
Kewibawaan merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa yang dikehendaki oleh pemimpin.
  1. Teori Kepemimpinan Situasi
Seorang pemimpin harus merupakan seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.
  1. Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
Dari adanya berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi anggotanya. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun non ekonomis) berarti telah digunakan gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain gaya kepemimpinan di atas masih terdapat gaya lainnya.
1.    Otokratis
Kepemimpinan seperti ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan pengembangan strukturnya. Kekuasaan sangat dominan digunakan. Memusatkan kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja yang diperintahkan. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antaranya memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.

2.    Partisipasif
Lebih banyak mendesentrelisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak.
3.    Demokrasi
Ditandai adanya suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang demokrasis cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat mengarahkan diri sendiri.
4.    Kendali Bebas
Pemimpin memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan tanggung – jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri.
Menurut Hersey dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton,1996 : 18 dst), masing – masing gaya kepemimpinan ini hanya memadai dalam situasi yang tepat meskipun disadari bahwa setiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit untuk mengubahnya meskipun perlu.
Banyak studi yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu bawahannya. Keempat gaya tersebut adalah:
1.    Directing
Gaya tepat apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah dikerjakan.
2.    Coaching
Pemimpin tidak hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga menjelaskan mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya, dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan mereka.
3.    Supporting
Sebuah gaya dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan. Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam hal ini kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran – saran mereka mengenai peningkatan kinerja.
4.    Delegating
Sebuah gaya dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya telah paham dan efisien dalam pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
Keempat gaya ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat tergantung dari lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari bawahannya. Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai ”situational leadership”. Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus menyesuaikan keadaan dari orang – orang yang dipimpinnya.
Ditengah – tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya perilaku staf / individu yang berbeda – beda), maka untuk mencapai efektivitas organisasi, penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan situasional lesdership,sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
1.    Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
2.    Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan analisa terhadap situasi.
3.    Kemampuan berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan untuk menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang kita terapkan.
Ketiga kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996 : 314-315).
Peran pertama meliputi :
1.    Peran Figurehead  Sebagai simbol dari organisasi
2.    Leader Berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan mengembangkannya
3.    Liaison  Menjalin suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi.
Sedangkan peran kedua terdiri dari 3 peran juga yakni :
1.    Monitior  Memimpin rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau berpartisipasi dalam suatu kepanitiaan.
2.    Disseminator  Menyampaikan informasi, nilai – nilai baru dan fakta kepada bawahan.
3.    Spokeman  Juru bicara atau memberikan informasi kepada orang – orang di luar organisasinya.
Peran ketiga terdiri dari 4 peran yaitu :
1.    Enterpreneur  Mendesain perubahan dan pengembangan dalam organisasi.
2.    Disturbance Handler  Mampu mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan menurun.
3.    Resources Allocator  Mengawasi alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan melakukan penjadwalan, memprogram tugas – tugas bawahan, dan mengesahkan setiap keputusan.
4.    Negotiator  Melakukan perundingan dan tawar – menawar.
Dalam perspektif yang lebih sederhana, Morgan ( 1996 : 156 ) mengemukakan 3 macam peran pemimpin yang disebut dengan 3A, yakni :
1.    Alighting  Menyalakan semangat pekerja dengan tujuan individunya.
2.    Aligning  Menggabungkan tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap orang menuju ke arah yang sama.
3.    Allowing  Memberikan keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara kerja mereka.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika ingin menjadi pemimpin yang baik jangan pikirkan orang lain, pikirkanlah diri sendiri dulu. Tidak akan bisa mengubah orang lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri. Bangunan akan bagus, kokoh, megah, karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong kosong jika tidak diawali dengan diri sendiri. Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi mengendalikan orang lain tanpa mengendalikan diri.
F.       Kepemimpinan Yang Melayani
Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.
1.    Karakter Kepemimpinan
Hati Yang Melayani
Paling tidak menurut Ken Blanchard dan kawan – kawan, ada sejumlah ciri –ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani,yaitu tujuan utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongan tapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya.
Seorang pemimpin memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. Hal ini sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the Leaders Around You. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk membangun orang – orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut.
Seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas ( accountable ). Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan,pikiran dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada public atau kepada setiap anggota organisasinya.
2.    Metode Kepemimpinan
Kepala Yang Melayani
Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tapi juga harus memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama yaitu karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada 3 hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu :
a.       Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang – orang yang ada dalam organisasi tersebut. 
b.      Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan, dan impian dari mereka yang dipimpin. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi.
c.       Seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang – orang yang dipimpinnya (performance coach). Artinya dia memiliki kemempuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dsb), melakukan kegiatan sehari – hari seperti monitoring dan pengendalian, serta mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.
3.    Perilaku Kepemimpinan
Tangan Yang Melayani
Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard disebutkan perilaku seorang pemimpin, yaitu :
a.    Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh – sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan.
b.    Pemimpin focus pada hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Apapun yang dilakukan bukan untuk mendapat penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan dia lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.
c.    Pemimpin sejati senantiasa mau belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek , baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating ) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman Tuhan ).
Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken Blanchard yang sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolak ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan pemimpin – pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah orang –orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, mampu memahami spiritualitas yang tinggi.


BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Rahasia utama kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya, bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain.
Pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal (leadership from the inside out).
B.       Saran
Sangat diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk memimpin diri sendiri.
Jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.


No comments:

Post a Comment

Adbox