BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dinasti Fatimiyah merupakan dinasti yang menyatakan
dirinya sebagai keturunan langsung Hadrat Ali dan Fatimyah dari Isma’il, anak
Jafar Shiddiq, keturunan ke enam dari Ali ibn Abi Thalib. Nama dinasti ini
dinisbatkan kepada Fatimah Az-Zahrah putri Nabi Muhammad SAW[1].
Dinasti ini tergolong ke dalam pengikut Syi’ah Isma’iliyah.[2]
Pada tahun 860, kelompok Isma’iliyah pindah ke daerah
Salamiyah, dan di sinilah mereka membuat kekuatan dengan gerakan propagandis
dengan tokohnya yang bernama Sa’id ibn Husayn. Dengan cara rahasia, gerakan ini
menyusupkan utusan-utusan ke daerah-daerah muslim, terutama Afrika dan Mesir
untuk menyebarkan doktrin Ismailiyah kepada rakyat. Cara inilah kemudian
menjadi landasan pertama kemunculan Dinasti Fatimiyah.
Kebangkitan Dinasti ini berasal dari suatu tempat yang
kini dikenal sebagai Tunisia (Ifriqiyyah) ketika Dinasti Abbasiah di
baghdad mulai melemah. Dinasti Fatimiyah ini adalah salah satu dinasti Islam
yang beraliran Syi’ah[3]
Isma’iliyah yang lahir di Afrika utara pada tahun 909 M setelah mengalahkan
Dinasti Aghlabiyah di Sijilmasa.
Dalam sejarah, kejayaan Dinasti Fatimiyah datang
setelah pusat kekuasaanya dipindahkan dari tunisia (al-Mahadiah) ke Mesir.
Kekhalifahan Fatimiyah lahir sebagai manisfestasi dari idealisme orang-orang
Syi’ah yang beranggapan bahwa yang berhak memangku jabatan imamah adalah
keturunan dari Fatimah binti Rosulullah. Kekhalifahan ini lahir di antara dua
kekuatan politik kekhalifahan, Abbasiah di Baghdad, dan Umayyah II di Cordova.
Pada fase lain, ada sebuah Dinasti
Mamalik, yang merupakan sebuah kumpulan dari beberapa resimen budak. System
pengambilan calon tentara dari budak non muslim Turkistan, Yunani
dibawah umur. Ditanamkan pendidikan kepada para budak untuk setia dan patuh
kepada pimpinan. Dengan kata lain Dinasti Mamalik berawal dari bangsa mamluk
yang berasal dari hamba sahaya yang dibeli oleh khalifah Bani Ayyub.
Selanjutnya mereka dibawa ke Mesir dan ditanamkan pendidikan militer. Di mesir
terdapat dua golongan Mamalik yang besar, yaitu Mamalik Bahriah dan Mamalik
Burjiayah. Dinasti Mamalik lahir di saat terjadinya awal kehancuran Islam dan
konflik politik secara menyeluruh. Kata Mamluk artinya hamba yang dimiliki
Sultan Ayyubiah yang membeli Sultan-Sultan Mamluk di Mesir dan dijadikan
sebagai pengawal-pengawalnya, budak-budak tersebut diutamakan seorang pria yang
berkulit putih yang ditangkap saat terjadinya peperangan. Pada masa penguasaan
ini, mereka mendapatkan fasilitas dan karir kemiliteran yang sangat berlimpah.
Pada umumnya, mereka berasal dari daerah Kaukasus dan laut Kasfia. Di Mesir
mereka ditempatkan di pulau Raudhah di sungai Nil untuk dilatih militer dan
keagamaan. Dari sinilah mereka mendapatkan julukan Mamluk Bhahri (laut). Hingga
pada akhirnya Mamalik menjadi sebuah dinasti yang turut mewrnai sejarah
perkembangan Islam hingga saat ini.
Di bawah ini akan diuraikan secara singkat tentang dinasti
Fatimyah maupun dinasti Mamamlik yang telah menyumbangkan banyak hal, baik
positif maupun negatif dan tentunya dinasti ini tidak lepas dari sejarah islam
yang turut mewarnai perkembangannya hingga hari ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, yang
menjadi rumusan masalah adalah:
1. Dinasti
Fatimiyah
a. Kapan
munculnya dinasti Fatimiyah?
b. Apa
kemajuan Dinasti Fatimiyah?
c. Kapan
kemunduran Dinasti Fatimiyah terjadi dan apa penyebabnya?
d. Siapa
saja yang menjadi Khalifah dari Dinasti Fatimiyah?
2. Dinasti
Mamalik
a. Kapan
Dinasti Mamamlik muncul?
b. Seperti
apa pemerintahan Dinasti Mamalik?
c. Siapa
saja penguasa Mamalik?
d. Sepertia
apa kemajuan Dinasti Mamamlik?
e. Seperti
Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Mamalik?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lahirnya Dinasti Fatimiyyah
Kekhalifahan
Dinasti Fatimiyah lahir sebagai manifestasi dari idealisme orang-orang syi’ah,
yang beranggapan bahwa yang berhak memangku jabatan imamah adalah keturunan
dari Fatimah Binti Rosulullah SAW. Sebenarnya sekte syi’ah sudah lama
mendambakan dan mencita-citakan berdirinya kekhalifahan yaitu sejak memudarnya
kekhalifahan Ali ibn Abi Thalib, namun mereka selalu mendapatkan tekanan
politik dari dinasti Umayyah dan Abbasiyah sehingga salah satu cara yang
dilakukannya adalah taqiyah, yaitu taat
kepada penguasa secara lahiriyah akan tetapi menyusun kekuatan secara
diam-diam.[4]
Sukses
gemilang yang diraih oleh Abdullah al-Syi’i di wilayah Tunisia, mendorongnya
melakukan perlawanan terhadap dinasti Aghlabiah. Kemudian pada tahun 909 M.,
dia memproklamirkan Sa’id ibn al-Husain sebagai khalifah dengan gelar al-Imam
Ubaidillah al-Mahdi dengan Raqadah sebagai pusat ibu kota. Ibrahim Ahmad Adawi
dalam bukuhya Tarikh al-‘Alam al-Islami yang dikutip oleh
Abdul Gaffar menjelaskan Raqadah terletak 10 mil dari wilayah qairawan Tunisia
(Afrika Utara). Namun karena Raqadah terlalu dekat dari kota pusat Sunni yaitu
qairawan, maka pusat pemerintahan dipindahkan ke al-Mahdiyah, sekitar 16 mil
arah tenggara Raqadah pada tahun 915. Dengan demikian, Dinasti Fatimiyah
berdiri di Tunisia (Afrika Utara) pada tahun 909 M dibawah pimpin Sa’id ibn
al-Husain setelah mengalahkan dinasti Aghlabiah di Sijilmasa.[5]
Bosworth
dalam bukunya Dinasti-dinasti Islam menjelaskan khalifah pertama Fathimiyah,
Ubaydillah, datang dari Suriah ke Afrika Utara, dimana propaganda Syi’i telah
menciptakan kondisi yang baik bagi kedatangannya. Dengan dukungan kaum Berber
Ketama, dia menumbangkan gubernur-gubernur Aghlabiyyah di Iffriqiyah dan
Rustamiyah.[6]
Menurut M.
Abdul Karim dalam bukunya Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam menjelaskan
bahwa dinasti Aghlabiah berdiri pada masa pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid
ketika dia mengangkat Ibrahim ibn al-Aghlab sebagai penguasa Ifriqiyah (Tunisia) pada tahun 800 M secara
independen dengan gelar amir. untuk
membendung kekuatan luar yang ingin melemahkan dinasti Abbasiyah, terutama
dinasti Rustamiah (khawarij) dan Idrisiah. Kemudian pada tahun 909 M. Dinasti
Aghlabiah yang dipimpin oleh Ziadatullah al-Aghlabiah III dilenyapkan oleh
dinasti Fatimiah.
Tentang
asal-usul Sa’id, para sejarawan berbeda pendapat, Ibnu al Atsir, Ibnu Khaldun,
Makrizi dan banyak lainnya menyatakan bahwa ia adalah keturunan dari Fatimah,
sedangkan Ibnu Khalikan, Ibnu Ijari, Suyuti, dan Ibnu Taghribirdi menolaknya
sebagai keturunan Fatimah. Menurut Saunders, tidak seorangpun yang dapat
melacak asal-usulnya secara memuaskan. Hal itu dikarenakan oleh model gerakan
Syi’ah yang di bawah tanah atau secara dia-diam, sehingga susah dilacak.
Sepeninggal
Ubaidillah Al Mahdi (909-934 M), kemudian Al-Qaim naik tahta pada (934-946 M),
setelah itu digantikan oleh al-Mansyur pada taahun 946-952 M. Kemudian pada
masa khalifah ke IV, yakni Muiz li Dinillah pada tahun 952-975 M, Kekhalifahan
Fatimiyah memasuki era baru.[7]
Pada masa Mu’iz ini, Kekhalifahan Fatimah menaklukan Mesir karena Mesir
terkenal daerah yang makmur dan penduduknya dapat menerima berbagai aliran
mazhab dengan alasan melindungi kaum Syi’ah yang ada di sana.
Pada masa
Mu’iz inilah puncak kejayaan Kekhalifahan Fatimiyah terukir dan Kairo resmi
dijadikan sebagai pusat pemerintahan.
1. Kemajuan dinasti Fatimiyah
Kemajuan-kemajuan yang dialami
dinasti Fatimyah antara lain:
a.
Bidang pemerintahan.
Membangun tata keloa pemerintahan
yang ideal dan baik dan tergolong baru. Hal ini bisa dilihat dari bagaimana
dinasti Fatimiyah menyusun struktur pengurus pemerintahan berdasarkan
kebutuhan, misalnya adanya tata politik, keuangan, tata administrasi, tata
kemiliteran, tata kepolisian, tata peradilan, departemen kemakmuran, dan urusan
perhubunngan. Pemerintahan ini juga membentuk menteri-menteri untuk memimpin
suatu daerah dan bertanggungjawab kepada khalifah.
b.
Filsafat
Dinasti Fatimiyah dalam menyebarkan
paham Syi’ah banyak menggunakan filsafat Yunani yang mereka kembangkan dari
pendapat-pendapat Plato, Aristoteles, dan ahli filsafat lainnya. Kelompok
filsafat yang paling terkenal pada masa Dinasti Fatimiyah adalah Ikhwan
al-Shafa.[8]
c.
Keilmuan dan Kesustraan
Pada masa dinasti Fatimiyah terdapat
seorang ilmuwan yang sangat terkenal yaitu Ya’qub Idn Killis, yang berhasil
membangun akademi-akademi keilmuan dan menghasilkan ahli fisika, ahli sejarah
dan ahli sastra. Kemajuan yang paling fundamental adalah keberhasilannya
membangun sebuah lembaga keilmuan yang disebut Dar al-Hikam, banguna ini
dibangun khusus untuk propaganda doktrin Syi’ah, pada masa ini pula terdapat
perpustakaan yang di dalamnya berisi 200.000 buku yang menjadi bukti majunya
keilmuan pada masa dinasti Fatimiyah.
d.
Bidang ekonomi sosial
Berkat aturan-aturan yang dibuat
sedemikian untuk kemakmuran, akhirnya dinasti Fatimiyah pada zaman Mu’iz ini
tercipta kehidupan yang sangat makmur. Hal ini ditandai dengan missalnya
terjadinya komoditas ekspor-inpor antara Eropa dan Asia, harga barang-barang
murah dan keadaan rakyat sangat bahagia. Pada sisi lain juga ditandai dengan
toko perhiasan dan money charger yang
dibiarkan tidak terkunci. Kemakmuran juga ditandai dengan dibangunnya gedung
enam tingkat sebagai kantor khalifah.
e.
Daerah kekuasaan yang cukup luas dan
pengelolaan yang rapi
Ini dilihat dari daerah kekuasaannya
dari al Maghrib sampai Mesir, kemudian sampai ke Syam, Palestina, Hijaz serta
Yaman.
Dari luansya daerah tersebut,
Dinasti Fatimiyah membagi wilayah kekuasaan menjadi empat bagian, yaitu wilayah
Qus yang meliputi Mesir. Wilayah timur meliputi daerah Bilbis, Qoliub dan
Asyumm, wilayah barat meliputi Manup dan Abyar, wilayah Iskandariah yaitu
meliputi pesisir laut tengah.
f.
Tata pengelolaan tanah/pertanian
yang baik
Pemerintahan ini membangun
infrastruktur untuk kelancaran hasil pertanian, selain itu juga membentuk
atauran-aturan pertanahan yang toleran terhadap petani[9]
serta membuat aturan penggunaan air.[10]
g.
Kairo menjadi pusat perindustrian
tenun.
Pada masa ini, perindustrian tenun
sangat terkenal dan diekspor ke Persia. Pada masa ini juga dibuat aturan-aturan
untuk melindungi para pelaku industri dari hidup bermewah-mewah yang pada saat
itu merata.
h.
Dibangunnya sebuah Universitas
ternama
Pada masa Khalifah al-Aziz (976-996
M), Masjid Al-Azhar mengalami perubahan mendasar, yakni berkembang menjadi
Universitas yang sangat terkenal hingga saat ini. Masjid al-Azhar juga
dijadikan pusat kebudayaan dan hingga akhirnya juga mendirikan akademi
kebudayaan.
2. Kemunduran dan Kehancuran
Dinasti Fatimiyah di Mesir mulai mengalami kemunduran ketika
Bani Saljuk bersama pasukannya datang ke Baghdad dan mengusir keluarga Buwaihi[11]
bahkan akhirnya menangkap tokohnya yang bernama al-Bassasiri. Dinasti ini tidak
dapat memberikan pertolongan , hingga akhirnya kemundurannya itu membawa
dinasti ke gerbang kehancurannya.
Faktor yang mempengaruhi kemunduran
antara lain:
a.
Paham atau doktrin Isma’iliyah yang
menekankan terhadap keagamaan dan perkembangan ilmu pengetahuan, paham ini
belum dapat diterima sepenuhnya oleh sebagian besar masyarakat yang berpaham
Sunni. Apalagi sejak kebangkitan Sunni
pada abad ke 11-12 Masehi, paham Syi’ah ini banyak ditinggalkan oleh Masyarakat
Islam.
b.
Kesulitan melakukan pengawasan
terhaap daerah-daerah yang telah dikuasainya, seperti daerah besar Mesir,
Syiria, dan Palestina. Hal ini menyebabkan pemberontakan seperti yang dilakukan
keluarga Tayyi dan Pasukan Jarahid yang terus bergolak di Palestina dan
kelompok Qaramithah di Syiria.
c.
Perekrutan tentara dari budak
sehingga menimbulkan konflik karena adanya friksi (perbedaan
pendapat/pergeseran) dalam tubuh militer ketika dari mereka masing-masing
merasa kuat. Selain itu juga ada budak yang menjadi tentara berkulit hitam dari
negeri Sudan yang tidak mau kalah dengan pendahulunya.
d.
Peraturan dan sikap yang aneh pada
masa Khalifah al-Hakim
Misalnya pada masa ini ada dekrit
yang mengharuskan aktivitas negeri boleh ada pada malam hari (dibuka pada
maghrib hingga subuh)[12],
dan pada siang hari dipakai untuk istirahat.
Pada sisi lain, sikap aneh penyebab
kemunduran dinasti Fatimiyah pada masa ini adalah adanya pembakaran dan
penghancuran gereja, serta larangan bagi warga muslim berpakaian Yahudi dan
Kristen. Sikap inilah yang menjadikan masyarakatnya antipati dan kewibawaan
Khalifah menjadi menurun.
e.
Adanya perselisihan antara jendral
dan wazir yang membawa kekacauan cukup parah, adanya wabah penyakit, kelaparan
dan gagal panen pada masa khalifah al-Muntashir (1036 M-1094 M)
f.
Penggantian Wazir/perdana menteri Afdhal
yang tidak berdasarkan keputusan awal pada saat al-Muntashir berkuasa hinggga
menimbulkan pertikaian-pertikaian berkelanjutan[13]
g.
Adanya konspirasi, perselisihan dan
dendam berkelanjutan antara generasi wazir.
Kejadian yang menonjol
yakni pada saat Sawal menjadi Wazir, dia melakukan konspirasi dengan Meric
setelah menghianati Janggi. Tindakan inilah membawa kehancuran bagi Dinasti
Fatimiyah dan akhhirnya tentara Salib menguasai Mesir. Kemudian pada tahun 1169
Syirkuh dapat merebut Mesir, setelah Syirkuh meninggal, kemudian digantikan
oleh Ayyubi yang berideologi Sunni. Pada tahun 1171 M, Ayyubi menghapuskan
kekhalifahan Fatimiyah atas desakan Baghdad dan menggantikannya dengan Dinasti
Ayyubiyah, maka berakhirlah riwayat Fatimiyah.
Dalam
perjalanannya, selama berkuasa selama 200 tahun, Dinasti Fatimyah dipimpin oleh
14 Khalifah, tetapi yang terlihat menonjol berperan adalah hanya 8 Khalifah[14]:
1.
Khalifah Ubaidilah Al-Mahdi
(909-934), pendiri Dinasti Fatimiyah.
2.
Abu al-Qasim Muhammad al-Qa’im bi
Amr Allah bin al-Mahdi Ubaidillah (934-946).
3.
Isma’il al-Mansur bi-llah (946-952).
4.
Abu Tamim Ma’add al-Mu’iz li-Din
Allah (952 M – 975) M. Mesir ditaklukkan semasa pemerintahannya.
5.
Abu Mansur Nizar al-‘Aziz bi-llah
(975 M – 996 M).
6.
Abu ‘Ali al-Mansur al-Hakim bi-Amr
Allah (996M – 1021 M).
7.
Abu’l-Hasan ‘Ali al-Zahir li-I’zaz
Din Allah (1021 M – 1036 M).
8.
Abu Tamim Ma’add al-Mustanhir
bi-llah (1036 M – 1094 M).
9.
Al-Musta’li bi-Allah (1094 M-1101
M).
10.
Al-Amir bi Ahkam Allah (1101 M –
1130 M)
11.
Abd al-Majid (1130 M – 1149 M).
12.
Al-Wafir (1149 M – 1154 M).
13.
Al-Fa’iz (1154 M – 1160 M).
14.
Al-‘Adid (1160 M – 1171 M).
B. Dinasti Mamalik
1. Munculnya Dinasti Mamalik
Kata Mamluk berarti budak atau hamba yang dibeli dan
dididik dengan sengaja agar manjadi tentara dan pegawai pemerintah. Seorang
Mamluk berasal dari ibu-bapak yang merdeka (bukan budak atau hamba)[15]. Ini berbeda dengan ‘abd
yang berarti hamba sahaya yang dilahirkan oleh ibu-bapak yang juga berstatus
sebagai hamba dan kemudian dijual. Perbedaan lain adalah Mamluk berkulit putih,
sedangkan ‘abd berkulit hitam. Sebagian Mamluk berasal dari Mesir, dari
golongan hamba yang dimiliki oleh para sultan dan amir pada masa kesultanan
Bani Ayub. Mamluk Dinasti Ayubi’yah berasaldari Asia kecil, Persia (Iran),
Turkistan, dan Asia Tengah (Transoksiana). Mereka terdiri atas suku-suku Bangsa
Turki, Syracuse, Sum, Rusia, kurdi, dan bagian kecil dari bangsa Eropa. Mamluk
sultan yang berkuasa merupakan gabungan para Mamluk sultan-sultan sebelumnya,
yakni Mamluk para amir yang disingkirkan atau meninggal dunia.
Mamalik adalah bentuk jamak dari Mamluk yang berarti
budak. Dinasti Mamlik memang didirikan oleh para budak. Mereka pada mulanya
adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa dinasti Ayyubiyah sebagai budak,
kemudian dididik dan dilatih kemiliter untuk dijadikan tentarnya. Mereka
ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh
penguasa Ayyubiyah yang terakhir, Al-Malik Al-Shalih, mereka dijadikan pengawal
untuk menjamin kelangsungan kekuasannya. Pada masa penguasaan ini, mereka
mendapatkan fasilitas dan karir kemiliteran yang sangat berlimpah. Pada
umumnya, mereka berasal dari daerah Kaukasus dan laut Kasfia. Di Mesir mereka
ditempatkan di pulau Raudhah di sungai Nil untuk dilatih militer dan keagamaan.
Dari sinilah mereka mendapatkan julukan Mamluk Bhahri (laut). Saingan mereka
dalam karir militer adalah suku kurdi.
Ketika al-Malik al-Salih meninggal (1249 M), anaknya,
Turansyah, naik tahta sebagai Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena
Turansyah lebih dekat kepada tentara asal Kurdi daripada mereka. Pada tahun
1250 M Mamalik di bawah pimpinan Aybak dan Baybars berhasil membunuh Turansyah.
Istri al-Malik al-Salih, Syajarah al-Durr, seorang yang juga berasal dari
kalangan Mamalik berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan
kesepakatan golongan Mamalik itu. Kepemimpinan Syajaruh al-Durr berlangsung
sekitar tiga bulan. Ia kemudian kawin dengan seorang tokoh Mamalik bernama
Aybak dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap dapat terus
berkuasa di belakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh
Syajarah al-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali pemerintahan. Pada mulanya,
Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai
Sultan "syar'i" (formal) disamping dirinya yang bertindak sebagai
penguasa yang sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini
merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti
Mamalik.
2. Sistem Pemerintahan
Pemerintahan Mamalik bersifat Oligarki Militer dan
tidak menerapkan system turun temurun. Tokoh militer yang menonjol dan
berprestasilah yang dipilih sebagai Sultan. Menurut Ensiklopedi Tematis Dunia
Islam, bila system pemerintahan turun temurun diterapkan maka rasa keadilan
yang telah mengikat keutuhan solidaritas kalangan Mamalik dengan sendirinya kan
menjadi rusak dan menyebabkan terjadinya disintegrasi dikalangan mereka. Selain
itu system monarkhi akan menghilangkan kesempatan bagi tokoh Mamalik lainnya
yang mampu untuk memegang tampuk pemerintahan. Faktor inilah yang menyebabkan
kekuasaan Mamalik bertahan lama. Pada masa Mamalik terdapat kompromi antara
fungsisultan dan khalifah, dengan demikian, pada masa ini berhasil dihindarkan
adanya pergesekan pengaruh antara para khalifah Abbasiyah dan para sultan
dinasti Mamalik. Hal ini disebabkan adanya kepastian mengenai wewenang
masing-masing. Khalifah menangani urusan keagamaan (spiritual) dan Sultan
Mamalik menangani semua urusan keduniaan.
Kekuasaan eksekutif, selain dijalankan oleh kelompok
elit militer, secara umum dilaksanakan oleh empat macam lembaga administrasi
pemerintahan Dinasti Mamalik, yaitu diwan al-jaisy, diwan al-insya, diwan
al-ahbas, dan diwan an-nazar. Diwan al-jaisy adalah lembaga Negara yang
mengurusi masalah penataan dan administrasi militer. Mungkin dimasa sekarang
setara dengan departemen pertahanan. Diwan al-insya adalah lembaga sekertariat
Negara yang mengurusi administrasi surat menyurat. Diwan al-ahbas adalah
lembaga yang menangani masalah perwakafan dikedua wilayah, Mesir dan Syam.
Lembaga ini dapat disetarakan dengan departemen keuangan dan perwakafan. Diwan
an-nazar adalah lembaga yang nmengurusi pendapatan dan belanja Negara, seperti
departemen keuangan kini. Kantornya disebut Bait al-mal. Pejabatnya disebut
nazir al-mal. Pendapatan baitul mal umumnya diperoleh dari pajak bumi dan lahan
pertanian.
3. Para Penguasa Mamalik
Ketika Al-Malik Al-Shalih meninggal (1249 M) dan
kemudian digantikan oleh puteranya yaitu Turan Syah, naik tahta sebagai sultan.
Golongan Mamalik merasa terancam dengan kedudukan Turan Syah karena lebih dekat
kepada tentara asal Kurdi. Maka pada tahun 1250 M di bawah pimpinan Aybak dan
Barbas, Mamalik berhasil membunuh Turan Syah. Istri Al-Malik Al-Shalih,
Syajarah Al-Durr, seorang yang juga berasal dari kalangan Mamalik berusaha
mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan golongan Mamalik.
Kepemimpinan Syajarah Al-Durr berlangsung sekitar tiga
bulan. Ia kemudian menikah dengan tokoh Mamalik bernama Aybak dan berharap
banyak padanya serta menyerahkan tampuk kepemimpinan kepadanya sambil berharap
dapat berkuasa dibelakang tabir. Akan tetapi segera setelah itu Aybak membunuh
Syajarah Al-Durr dan mengambil kendali pemerintahan sepenuhnya. Pada mulanya,
Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa Ayyubiyah bernama Musa sebagai
Sultan “Syar’i” (formal) disamping dirinya yang bertindak sebagai penguasa yang
sebenarnya. Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari
dinasti Ayyubiyah di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.
Aybak berkuasa selama tujuh tahun (1250-1257 M),
setelah meninggal ia digantikan oleh anaknya, Ali yang masih berusia muda. Ali
kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M dan digantikan oleh wakilnya,
Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Baybars yang mengasingkan diri ke Syiria,
karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir. Di awal tahun
1260 M, Mesir terancam serangan bangsa Mongol yang sudah berhasil menduduki
hamper seluruh dunia islam. Kedua tentara bertemu di Ayn Jalut
dan pada tanggal 13 september 1260 M, tentara Mamalik dibawah
pimpinan Qutuz dan Baybars berhasil menghancurkan pasukan mongol tersebut.
Kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di Mesir menjadi
tumpuan harapan umat islam disekitarnya. Penguasa-penguasa Syiria segera menyatakan
setia kepada penguasa Mamalik.
Tidak lama setelah itu, Qutuz meninggal dunia.
Baybars, seorang pemimpin militer yang tangguh dan cerdas, diangkat oleh
pasukannya menjadi Sultan (1260-1277 M). Ia adalah sultan terbesar dan
termasyhur diantara 47 Sultan Mamalik. Ia pula yang dipandang sebagai pembangun
hakiki dinasti Mamalik. Sejarah dinasti yang berlangsung sampai 1517 M, ketika
dikalahkan oleh kerajaaan Usmani, dibagi menjadi dua periode. Pertama, periode
kekuasaan Mamalik Bahri, sejak berdirinya (1250 M) sampai berakhirnya
pemerintahan Hajji II tahun 1389 M, dan kedua, periode kekuasaan Mamalik Burji,
sejak berkuasanya Burquq untuk kedua kalinya tahun 1389 M sampai kerajaan ini
dikalahkan oleh kerajaan Usmani tahun 1517 M.
4. Kemajuan Peradaban Dinasti Mamalik
Kemajuan yang dicapai selama peradaban dinasti Mamalik
antara lain :
a)
Bidang pemerintahan
Kemenangan dinasti Mamalik atas tentara
Mongol di ‘Ayn Jalut menjadi modal besar untuk menguasai daerah-daaerah
sekitarnya. Banyak penguasa-penguasa dinasti kecil menyatakan setia kepada
kerajaan ini. Untuk menjalankan pemerintahan negeri ini, Baybars mengangkat
kelompok elit militer. Disamping itu, untuk memperoleh simpati dari kerajaan
islam lainnya, Baybars membaiat keterunan Bani Abbas terhadap al-Mustanshir
sebagai khalifah. Ia adalah khalifah Abbasyiah Bagdad yang melarikan diri ke
Syiria dari serangan bangsa Mongol.
Dengan demikian, khalaifah Abassiyah,
setelah dihancurkan oleh tentara Hulago di Baghdad berhasil dipertahankan oleh
dinasti ini dengan Kairo sebagai pusatnya. Sementara itu, kekuatan-kekuatan
yang dapat mengancam kekuasaan Baybars dapat dilumpuhkan, seperti tentara Salib
di sepangjang Laut Tengah, Assasin dipegunungan Syiria, Cyrenia (tempat
berkuasanya orang-orang Armenia) dan kapal-kapal Mongol di Anatolia.
b)
Bidang Ekonomi
Dinasti Mamalik membuka hubungan dagang
dengan Perancis dan Italia melalui perluasan jalur perdagangannya yang sudah
dirintis oleh dinasti Fathimiyah di Mesir sebelumnya. Jatuhnya Baghdad membuat
Kairo sebagai jalur perdagangan antara Asia dan Eropa, menjadi lebih penting
karena Kairo menghubungkan jalur perdagangan Laut Merah dan Laut Tengah dengan
Eropa. Disamping itu, pertanian juga meningkat. Keberhasilan dalam bidang
ekonomi ini didukung oleh pembangunan jaringan transportasi dan komunikasi
anatarkota, baik laut maupun darat. Ketangguhan angkatan laut Mamalik sangat
membantu perekonomiannya.
c)
Bidang Ilmu
Pengetahuan
Mesir menjadi tempat pelarian
ilmuwan-ilmuwan asal Baghdad dari serangan tentara Mongol. Karena itu, ilmu-ilmu
banyak berkembang di Mesir, seperti sejarah, kedokteran, astronomi, matematika,
dan ilmu agama. Dalam ilmu sejarah tercatat nama-nama besar, seperti Ibn
Khalikan, Ibn Taghribardi, dan Ibn Khuldun. Dibidang astronomi dikenal nama
Nasir Al-Din Al-Tusi. Dibidang matematika, Abu Al-Faraj Al- ‘Ibry.
Dalam bidang kedokteran, Abu Al-Hasan
‘Ali Al-Nafis, penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia. Abd
Al-Mun’im Al-Dimyathi, seorang dokter hewan, dan Al-Razi, Perintis psikoterapi.
Dalam bidang opthamologi dikenal nama Salah Al-Din ibn Yusuf. Sedangkan, dalam
bidang keagamaan, tersohor nama Ibn Taimiyah, seorang pemikir reformis dalam
islam. Al-Sayuthi yang menguasai banyak ilmu keagamaan., Ibn Hajar Al-‘Asqalani
dalam ilmu hadis dan lain-lain.
d)
Bidang Arsitektur
Dinasti Mamalik juga mengalami banyak
kemajuan dibidang arsitektur. Banyak arsitek didatangkan dari Mesir untuk
membangun sekolah-sekolah dan masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan lain
yang didirikan pada masa ini diantaranya adalah, rumah sakit, museum,
perpustakaan, vila-vila, kubah, dan menara masjid.
Kemajuan-kemajuan itu tercapai berkat
keperibadian dan wibawa sultan yang tinggi, solidaritas sesama militer
yang kuat, stabilitas negara yang aman dari gangguan. Akan tetapi, ketika
dikdaktor tersebut menghilang, dinasti Mamluk sedikit demi sedikit
mengalami kemunduran. Semenjak masuknya budak dari Sirkasia yang kemudian
di kenal dengan nama Mamluk Burji yang untuk pertamakalinya dibawa oleh
Qalawun, solidaritas antar sesama militer terutama setelah Mamluk
Burji berkuasa. Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan
tidak menyukai ilmu pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya
dikalangan penguasa menyebabkan pajak dinaikkan. Akibatnya, semangat kerja
rakyat menurun, dan perekonomian negara tidak stabil. Disamping itu,
ditemukannya Tanjung Harapan oleh Eropa tahun 1498 M,
menyebabkan perdagangan Asia sampai Eropa melalui Mesir menurun
fungsinya. Kondisi ini diperparah oleh datangnya kemarau panjang dan
berjangkitnya wabah penyakit. Dipihak lain, suatu kekuatan politik baru
yang besar sebagai tantangan dari Mamluk, yaitu kerajaan Usmani. Kerajaan
inilah yang mengakhiri riwayatMamluk di Mesir. Dinasti Mamluk kalah melawan
pasukan Usmani dalam pertempuran menentukan diluar kota Kairo pada
tahun 1517 M. Sejak itu wilayah Mesir berada di bawah kekuasaan kerajaan Usmani
sebagai salah satu propinsinya.
5. Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Mamalik
Semenjak masuknya budak-budak dari
Sirkasia yang pertama kalinya dibawa oleh Qawalun, yang kemudian dikenal dengan
nama Mamaluk Burji berkuasa, solidaritas tentara muiliter mulai menurun. Banyak
penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan tidak menyukai ilmu pengetahuan.
Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya dikalangan penguasa menyebabkan pajak
dinaikkan. Akibatnya, semangat kerja rakyat menurun dan perekonomian Negara
tidak stabil. Disamping itu, ditemukannya Tanjung Harapan oleh Eropa pada tahun
1498 M, menyebabkan jalur perdagangan Asia-Eropa melalui Mesir menurun
fungsinya. Kondisi ini diperparah oleh datangnya kemarau panjang dan
berjangkitnya penyakit[16].
Di pihak lain, suatu kekuatan politik
baru yang besar muncul sebagai tantangan bagi Mamalik, yaitu
Kerajaan Usmani. Kerajaan inilah yang mengakhiri riwayat Mamalik di Mesir.
Dinasti Mamalik kalah melawan pasukan Usmani dalam pertempuran di luar kota
Kairo tahun 1517 M. Sejak itu wilayah Mesir berada dibawah kekuasaan Kerajaan
Usmani sebagai salah satu Provinsinya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Perkembangan islam dan budaya hingga saat ini tidak
bisa lepas dari peradaban dan corak pemerintahan dan perpolitikan waktu dulu,
salah satunya dinasti Fatimyah dan Dinasti Mamamlik, yang mana dalam hal pemerintahan
sebuah negara, diakui ataupun tidak turut mewarnai perjalanan bangsa-bangsa di
penjuru dunia hingga saat ini. Peran dari dinasti Fatimiyah dan Mamamlik juga
bisa kita lihat hari ini misalnya tentang tata pengelolaan sebuah pemerintahan,
mau tidak mau, apa yang ada hari ini di belahan dunia turut diwarnai oleh
coretan sejarah dinasti Fatimiyah
B. Saran
Pada dasarnya proses sejarah telah terukir dan menjadi
bagian dari proses budaya dan dinamika dalam lini kehidupan dan mewarnai
budaya-budaya yang ada saat ini. Semoga
perjalanan sejarah yag telah tertuang dalam bumi ini dapat diambil hikmah
oleh seluruh umat manusia dan
dijadikannya kaca benggala untuk menata masa depan.
DAFTAR PUSTAKA
Rofiq Choirul, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik Hingga Modern,
Yogyakarta: STAIN
Ponorogo Press, 2009.
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Cet ke 4, Bandung: CV
Pustaka
Setia, 2011.
A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, terj. M. Sanusi Latief (Jakarta:
Radar Jaya Offset, 2003)
.
Karim M. Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Cet 1, Yogyakarta:
Pustaka Book
Publisher, 2007.
Sunanto Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Islam,
Cet ke 3, Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2007.
Mughniyah Muhammad Jawad, al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Khamsah,
terj.
Masykur A.B.
dkk, Fiqih
Lima Mazhab, Cet 22, Jakarta: Penerbit Lentera,
2008.
ar-Rahbawi Abdul Qadir, As-Salatu ‘ala Mazahibil Arba’ah, terj.
Zeid Husein al
Hamid dan M.
Hasanudin, Salat Empat Mazhab, Cet
10, Jakarta: PT
Pustaka Litera
Antar Nusa, 2008.
http://rm-attaqwa2014.blogspot.co.id/2014/11/perbedaan-mazhab-4-imam-hanafi-maliki.html, diakses pada 04 Oktober 2015 pukul 20.15
http://kisahmuslim.com/biografi-imam-malik/
diakses tanggal 11 November 2015 pukul 19.03
http://pustakasastraarab.blogspot.com/2012/07/resensi-kitab-hadits-al-muwaththa-karya.html#XI0v0RUDIbS9mcE7.99,
diakses pada tanggal 11 November 2015 pukul 19.05
Dedi Supriyadi, Sejarah
Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2008
[1] Choirul Rofiq, Sejarah Peradaban Islam Dari Masa Klasik
Hingga Modern, Yogyakarta: STAIN Ponorogo Press, 2009, hlm 209.
[2] Isma’iliyah adalah salah satu
sekte Syi’ah yang mempercayai bahwa Isma’il merupakan imam ke tujuh setelah
Imam Jafar al-Shiddiq.
[3] Menurut Watt, Syi’ah muncul
ketika adanya peperangan antara Ali dan Mu’awiyah yang dikenal dengan perang Siffin, yang kemudian sampai pada
arbitase antara keduanya, setelah itu pengikut Ali terpecah, yang mendukung
dinamakan Syi’ah, sementara yang keluar dari Alli dinamakan Khawarij. Lihat
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam,
Cet ke 4, Bandung: CV Pustaka Setia, 2011, hlm 90.
[4] A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 2, terj. M. Sanusi Latief (Jakarta: Radar Jaya
Offset, 2003), hlm 168.
[5] M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,
Cet 1, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007, hlm 190.
[7] Abdul Karim, Sejarah Pemikiran
dan Peradaban..., hlm 192
[8] Choirul Rofiq, Sejarah Peradaban
Islam..., hlm 215
[9] Misalnya petani tidak diwajibkan
membayar pajak, tanah-tanah yang dimiliki pemerintah ditentukan aturan-aturan
penggunaan dengan peraturan tersendiri, dengan ketentuan apabila tanah itu
diberikan kepada tuan tanah, maka tuan tanah itu diharuskan membayar sejumlah
uang tertentu. Untuk melindungi petani
kecil dari tuan tanah, dikeluarkan peraturan bahwa semua tanah semua tanah yang
dimiliki penduduk tetap menjadi
pemiliknya, sedang tanah yang dimiliki tuan-tuan tanah, maka ditetapkanlah
tuan-tuan tanah itu diberikan kelauasaaan untuk menguasai tanah itu selama 30
tahun dan tiddaka boleh ditambah lagi.
[10] Abdul Karim, Sejarah Pemikiran
dan Peradaban..., hlm 199
[11] Buwaihi merupakan dinasti kecil
pada masa pemerintahan Abasiyah, yang berkuasa di Irak pada tahhun 945 M.
[12] Menurut al-Hakim, otak manusia
produktif atau subur pada malam hari.
[13] Pada masa ini misalnya setelah
Badar (khalifah setelah al-Muntashir) meninggal, jabatan wazir digantikan oleh
Afdhal, sementara yang dikehendaki/ditunjuk oleh al-Muntashir sebelum meninggal
adalah Nizar/anak tertuanya. Hal ini akhirnya menimbulkan kelompok-kelompok
oposisi yang menentang kepemimpinan Afdhal dan mengakui kekhalifahan Nizar. Hal
ini juga menjadi cikal bakal gerakan Syi’ah ekstrim.
[14] Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam
Klasik, Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Cet ke 3, Jakarta: Kencana Pranada
Media Group, 2007, hlm 143.
[16] http://pustaka.batasa.com/pustaka/detail/sejarah/allsub/146/Dinasti-Mamalik-Di-Mesir-Masa-Kemunduran.html, diakses pada 03 Desember 2015
pukul 21.23
No comments:
Post a Comment