Program prioritas pembangunan nasional seperti yang
dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional Tahun 2005
– 2025 (UU No. 17 Tahun 2007) salah satunya adalah mewujudkan masyarakat
berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan
falsafah Pancasila”. Untuk mewujudkan hal itu, salah satu upaya yang dilakukan
untuk merealisasikannya adalah dengan memperkuat jati diri dan karakter bangsa
melalui pendidikan.
Di dalam Perpres No. 5 tahun 2010 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional disebutkan bahwa inti program aksi bidang
pendidikan di antaranya adalah Penerapan metodologi pendidikan yang tidak lagi
berupa pengajaran demi kelulusan ujian (teaching to the test), namun pendidikan
menyeluruh yang memperhatikan kemampuan sosial, watak, budi pekerti, kecintaan
terhadap budaya-bahasa Indonesia dengan memasukkan pula pendidikan
kewirausahaan sehingga sekolah dapat mendorong terciptanya output peserta didik
yang mampu menjawab kebutuhan.
(Baca juga: Pengajaran dan Kebangsaan Menurut Ki Hajar Dewantara)
Pentingnya budaya perlu dikembangkan di setiap satuan
pendidikan adalah agar pembelajaran yang dijalani peserta didik guna
mengembangkan potensi dirinya tidak lepas dari lingkungan di mana peserta didik
berada terutama lingkungan budaya. Sebab pendidikan yang tidak dilandasi oleh
prinsip tersebut akan menyebabkan peserta didik tercabut dari akar budayanya.
Ki Hajar Dewantara jauh-jauh hari telah menyampaikan bahwa pendidikan nasional
haruss selaras dengan penghidupan dan kehidupan bangsa (didalamnya tentu
menyangkut budaya, adat istiadat karakter dan sebagainya).
Dalam UU nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Jika telisik lebih jauh, UU tersebut sudah
mencakup pendidikan karekter. Misalnya pada bagian kalimat terakhir dari
defenisi pendidikan tersebut yaitu
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Nampaknya kalimat tersebut juga menggambarkan
tujuan pendidikan yang mencakup tiga dimensi, yakni dimensi Ketuhanan, pribadi
dan sosial. (Baca juga: Pendidikan Karakter sebagai Manifestasi Peradaban Bangsa)
Untuk mewujudkan pendidikan yang diamanahkan Undang-Undang
dan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia, paling tidak ada beberapa hal
yang perlu ditekankan dalam pendidikan, antara lain: karakter, kewirausahaan
dan ekonomi kreatif.
Karakter merupakan perpaduan antara moral, etika, dan
akhlak. Moral lebih menitikberatkan pada kualitas perbuatan, tindakan atau perilaku
manusia atau apakah perbuatan itu bisa dikatakan baik atau buruk, atau benar
atau salah. Sebaliknya, etika memberikan penilaian tentang baik dan buruk,
berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tertentu, sedangkan
akhlak tatanannya lebih menekankan bahwa pada hakikatnya dalam diri manusia itu
telah tertanam keyakinan di mana ke duanya(baik dan buruk) itu ada. Karenanya,
pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan
peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik
itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh
hati, lebih dari itu, pendidikan karakter akan menekankan pada jati diri
bangsa.
Pendidikan kewirausahaan pada intinya adalah menciptakan
kreativitas inovasi. Hal itu ditujukan untuk melakukan perubahan dengan proses
kerja yang sistematik dan berdampak baik. Proses kerja yang dimaksud seperti
menghubungkan konsep yang relevan melakukan eksplorasi terhadap hasil, berpikir
zigzag (tidak lagi bersifat terarah), atau pola pemikiran yang berbeda,
mengorganisasikan system, dan mengaplikasikan suatu standard dan etika dalam
sebuah kehidupan nyata.
Adapun pendidikan ekonomi kreatif sangat ditekankan untuk
pemecahan masalah kaitannya dengan kondisi ekonomi bangsa, nantinya peserta
didik mampu menciptakan ide-ide kreatif sekaligus ide-ide yang teruji dengan
kritis. Perlunya berpikir kreatif dalam era globalisasi ini dengan berbagai alasan.
Perkembangan yang cepat dalam persaingan dan industri, penggunaan sumber daya
manusia kreatif secara efektif dan menemukan cara-cara baru dalam memecahkan
masalah, semua ini menuntut pengembangan potensi peserta didik melampaui yang
dilengkapi dengan kekuatan kreativitas.
Tentunya terkait tiga hal konsep yang penulis utarakan
tentang pendidikan tersebut, perlu dikemas secara apik dan tersistem dengan
baik dalam pendekatan pembelajaran aktif. Hal ini perlu dilakukan agar nantinya
peserta didik dapat menyerap dengan baik apa yang diajarkan secara praktis di
lapangan. Hal ini sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 19, ayat (1) bahwa ”proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif serta memberikan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik”.
Semoga bermanfaat.
No comments:
Post a Comment