Membaca Tipe Kepeimpinan Menuju Kepemimpinan Yang Efektif
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial yang
tidak dapat hidup sendiri. Dalam hidup, manusia selalau berinteraksi dengan
sesama serta
dengan lingkungan. Manusia hidup berkelompok baik dalam kelompok besar maupun
dalam kelompok kecil.
Hidup dalam kelompok tentulah tidak mudah. Untuk
menciptakan kondisi kehidupan yang harmonis anggota kelompok haruslah
saling menghormati & menghargai. Keteraturan hidup perlu selalu dijaga.
Hidup yang teratur adalah impian setiap insan. Menciptakan & menjaga
kehidupan yang harmonis adalah tugas manusia.
Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi
disbanding makhluk Tuhan lainnya. Manusia di anugerahi kemampuan untuk
berpikir, kemampuan untuk memilah & memilih mana yang baik & mana yang
buruk. Dengan kelebihan itulah manusia seharusnya mampu mengelola lingkungan
dengan baik.
Tidak hanya lingkungan yang perlu dikelola dengan
baik, kehidupan social manusiapun perlu dikelola dengan baik. Untuk itulah
dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya yang berjiwa
pemimpin, paling tidak untuk memimpin dirinya sendiri.
Dengan berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola
diri, kelompok & lingkungan dengan baik. Khususnya dalam penanggulangan
masalah yang relatif pelik & sulit. Disinilah dituntut kearifan seorang
pemimpin dalam mengambil keputusan agar masalah dapat terselesaikan dengan
baik.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang penulis uraikan,
banyak permasalahan yang penulis dapatkan. Permasalahan tsb antara lain :
1.
Apa itu Leadership/Kepemimpinan?
2.
Apa Faktor yang mempengaruhi pemimpin?
3.
Bagaimana hakikat menjadi seorang pemimpin?
4.
Adakah teori – teori untuk menjadi pemimpin yang baik?
5.
Apa & bagaimana menjadi pemimpin yang melayani?
6.
Bagaimana hubungan kearifan lokal dengan kepemimpinan?
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kepemimpinan
Secara etimologi, kepemimpinan berasal dari kata dasar pemimpin, dalam
bahasa Inggrisnya “leadership” yang berati kepemimpinan, dari
kata dasar “leader” berarti pemimpin dan akar katanya “to
lead” yang terkandung beberapa arti yang saling erat berhubungan:
bergerak lebih awal, berjalan di awal, mengambil langkah awal, berbuat paling
dulu, mempelopori, mengarahkan pikiran-pendapat-orang lain, membimbing,
menuntun, menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya ( Usman, 2006 ).
Sedangkan menurut Ibnu Kencana Syafiie,
secara etimologi kepemimpinan dapat diartikan sebagai berikut:
1.
Berasal dari kata “pimpin” (dalam
Bahasa Inggris “lead”) berarti bimbing atau tuntun. Dengan demikian di
adalamnya ada dua fihak yaitu yang dipimpin (umat) dan yangmemimpin (imam).
2.
Setelah ditambah awalan “pe” menjadi
“pemimpin” (dalam bahasa Inggris “leader” ) berarti orang yang
mempengaruhi orang lain melalui proses kewibawaan komunikasi sehingga orang
lain tersebut bertindak untuk mencapai tujuan tertentu.
3.
Apabila ditambah akhiran “an”
menjadi “pimpinan” artinya orang yang mengepalai. Antara pemimpin dengan
pimpinan dapat dibedakan, yaitu pimpinan (kepala) cenderung lebih sentralistis,
sedangkan pemimpin lebih demokratis.
4.
Setelah dilengkapi dengan awalan
“ke” menjadi “kepemimpinan” (dalam bahasa Inggris “leadership” )
berarti kemampuan dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi serta membujuk
pihak lain agar melakukan tindakan npencapaian tujuan bersama, sehingga dengan
demikian yang bersangkutan menjadi awal struktur dan pusat proses kelompok (
Syafiie,2000).
Menurut Tead, Terry, Hoyd, (dalam Kartono:2003), Kepemimpinan atau
leadership adalah kegiatan/seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama
yang didasarkan kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam
mencapai tujuan-tujuan kelompok yang diinginkan.
Menurut Young (dalam Kartono: 2003), kepemimpinan adalah bentuk dominasi
yang didasarkan atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong/mengajak orang
lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan
memiliki keahllian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Kepemimpinan
adalah seni untuk mempengaruhidan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa
untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara royal
untuk menyelesaikan tugas (Field Manual 22-100).
Kekuasaan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan apa yang
diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta
kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak
dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka
satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya
memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan
yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat –
sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat
berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
B.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Hersey dan Blanchard (1988) mengajukan semacam formula bahwa gaya
kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu
pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan
tersebut diwujudkan.
|
Bertolak dengan pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard mengajukan
proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi (f) dan
pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s), yang dapat dinotasikan
dalam bentuk formula :
Pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau
kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai
dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan
mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan
yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan
bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dan suatu
perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau
tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu
organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses
tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab
itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) adalah suatu keadaan di mana seorang pimpinan berusaha
pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti
kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, ketiga unsur
yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan
situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan
menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.
Selain Hersey dan Blanchard, para ahli yang membahas tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi kepemimpinan adalah Theodore J. Kowalski, Thomas J. Lasley
II, James W. Mahoney (2008). Ketiga ahli ini memandang kepemimpinan dipengaruhi
oleh tiga lingkaran variabel, yaitu variabel individu, organisasi, dan sosial.
Keputusan tentu diambil oleh individu. Akan tetapi keputusan itu tidaklah
murni disebabkan oleh kehendak individu tersebut, tetapi ada pengaruh dari
faktor organisasi kemudian faktor sosial yang melikupi individu tersebut.
Kowalski dkk. (2008: 25-46) menguraikan factor – factor dalam tataran individu,
organisasi, dan sosial. Pada tataran individu, faktor-faktor yang mempengaruhi
adalah pengetahuan dan keterampilan, karakteristik pribadi, nilai-nilai yang
diyakini, penyimpangan, dan gaya dalam membuat keputusan. Variabel organisasi
mencakup iklim dan budaya, politik organisasi, ancaman dan resiko,
Ketidak-pastian, kerancuan, dan pertikaian. Sedangkan yang mencakup variabel
sosial adalah kebutuhan resmi, meta value, politik, dan ekonomi.
Dengan pola dikotomi, berdasarkan formula Hersey dan Blanchard serta
penjelasan yang dikemukakan Kowalski dkk. di atas, penulis bisa membagi
faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan menjadi dua faktor besar yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang
muncul dari diri pemimpin, sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang
terkait dengan karakteristik bawahan dan situasi. Termasuk didalamnya situasi
organisasi dan sosial.
Faktor
Internal
Sebagai seorang pribadi, pemimpin tentu memiliki karakter unik yang
membedakannya dengan orang lain. Keunikan ini tentu akan berpengaruh pada
pandangan dan cara ia memimpin. Ada karakter bawaan yang menjadi ciri pemimpin
sebagai individu, ada kompetensi yang terbentuk melalui proses pematangan dan pendidikan.
Menurut Mustodipradja, dengan mengutip Rothwell dan Kazanas, kompetensi
pemimpin merupakan cerimanan kepribadian (traits) individual yang bersifat
permanen yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Selain traits dan Spencer
dan Zwell tersebut, terdapat karakteristik kompetensi lainnya, yatu berupa
motives, self koncept.knowledge, dan skill. Menurut review Asropi (2002),
berbagai kompetensi tersebut mengandung makna sebagai berikut : Traits merunjuk
pada ciri bawaan yang bersifat fisik dan tanggapan yang konsisten terhadap
berbagai situasi atau informasi.
Motives adalah sesuatu yang selalu dipikirkan atau diinginkan seseorang,
yang dapat mengarahkan, mendorong, atau menyebabkan orang melakukan suatu
tindakan. Motivasi dapat mengarahkan seseorang untuk menetapkan
tindakan-tindakan yang memastikan dirinya mencapai tujuan yang diharapkan. Self
concept adalah sikap, nilai, atau citra yang dimiliki seseorang tentang dirinya
sendiri; yang memberikan keyakinan pada seseorang siapa dirinya. Knowledge adalah
informasi yang dimiliki seseorang dalam suatu bidang tertentu. Skill adalah
kemampuan untuk melaksanakan tugas tertentu, baik mental atau pun fisik.
Berbeda dengan keempat karakteristik kompetensi lainnya yang bersifat intention
dalam diri individu, skill bersifat action. Skill menjelma sebagai perilaku
yang di dalamnya terdapat motives, traits, self concept, dan knowledge.
Asropi meyakinkan bahwa terdapat 5 (lima) praktek mendasar pemimpin yang
memiliki kualitas kepemimpinan unggul, yaitu; (1) pemimpin yang menantang
proses, (2) memberikan inspirasi wawasan bersama, (3) memungkinkan orang lain
dapat bertindak dan berpartisipasi, (4) mampu menjadi penunjuk jalan, dan (5)
memotivasi bawahan.
Adapun ciri khas manajer yang dikagumi sehingga para bawahan bersedia
mengikuti perilakunya adalah, apabila manajer memiliki sifat jujur, memandang
masa depan, memberikan inspirasi, dan memiliki kecakapan teknis maupun
manajerial. Dalam hubungannya dengan kualitas kepemimpinan manajer, kunci dan
kualitas kepemimpinan yang unggul adalah kepemimpinan yang memiliki paling
tidak 8 sampai dengan 9 dari 25 kualitas kepemimpinan yang terbaik. Dinyatakan,
pemimpin yang berkualitas tidak puas dengan “status quo” dan memiliki keinginan
untuk terus mengembangkan dirinya. Beberapa kriteria kualitas kepemimpinan
manajer yang baik antara lain, memiliki komitmen organisasional yang kuat,
visionary, disiplin din yang tinggi, tidak melakukan kesalahan yang sama,
antusias, berwawasan luas, kemampuan komunikasi yang tinggi, manajemen waktu, mampu
menangani setiap tekanan, mampu sebagai pendidik atau guru bagi bawahannya,
empati, berpikir positif, memiliki dasar spiritual yang kuat, dan selalu siap
melayani.
Faktor
Eksternal
Faktor eksternal jika dikaitkan dengan formula Hersey dan Blanchard, adalah
faktor bawahan dan situasi. Faktor bawahan adalah faktor yang disebabkan oleh
karakter bawahan, di dalamnya terkait dengan status sosial, pendidikan,
pekerjaan, harapan, ideologi, agama dll. Faktor-faktor itu tentu akan
menentukan bagaimana pemimpin mengatur dan mempengaruhinya.
Faktor eksternal lain adalah faktor situasi. Situasi ini berkaitan dengan
aspek waktu, tempat, tujuan, karakteristik organisasi dll. Bertalian dengan
waktu, perkembangan ilmu dan pengetahuan mempengaruhi cara pandang dan budaya
manusia. Perkembangan itu berdampak pula pada perubahan konsep kepemimpinan.
Hasbi Umari (2006:1-4) memaparkan bahwa ada perkembangan dalam kepemimpinan
dilihat dari konteks sosial umat Islam.
Menurut Umari, Ada tiga fase dalam periodesasi kepemimpinan umat di
Indonesia. Setiap fase menunjukan genesis kepemimpinan yang khas. Pertama, fase
ulama. Pada fase ini, seseorang menjadi pemimpin umat karena is memiliki
pengetahuan agama yang mendalam dan menjadi rujukan umat. Ia melewati masa awal
hidupnya di pesantren sebagai santri dan menghabiskan sisa hidupnya jugs di
pesantren sebagai kiyai.
Kedua, fase organisator. Sebagai reaksi terhadap kebijakan politis
kolonial, mungkin antara lain politik etis, masyarakat khususnya umat Islam
membentuk organisasi (sosial, ekonomis, atau politis) seperti Syarikat Islam,
Muhanunadiyah, NU, Persis, Jami`atul Khair, dan lain-lain.
Fase ketiga, fase pemuka pendapat (opinion leader). Pada fase ini yang
dianggap sebagai pemimpin umat adalah para empu yang (dianggap) pandai melontarkan
isu-isu penting untuk dijadikan agenda media massa. Mereka menulis di media,
atau menghadiri berbagai seminar dan diskusi. Atau, mereka mampu menyedot massa
yang banyak dalam acara-acara mereka. Perkembangan Zaman pun memperlihatkan
bahwa ada tiga aliran teori
kepemimpinan yang mengalami perubahan pandangan seiring dengan waktu . Studi
kepemimpinan yang pada awal perkembangannya cenderung bersifat induktif murni
menempati posisi sentral dalam literatur manajemen dan perilaku keorganisasian
pada beberapa dekade terakhir.
Secara umum kajian perkembangan riset dan teori kepemimpinan dapat
dikategorikan menjadi tiga tahap penting. Pertama,
tahap awal studi tentang kepemimpinan menghasilkan teori-teori sifat
kepemimpinan (trait theories), yang mengasumsikan bahwa seseorang dilahirkan
untuk menjadi pemimpin dan bahwa dia memiliki sifat atau atribusi personal yang
membedakannya dari mereka yang bukan pemimpin. Kedua, karena muncul kritik terhadap sulitnya mengelompokkan dan
memvalidasi sifat pemimpin, kemudian muncul teori-teori perilaku kepemimpinan
(behavioral theories). Pada teori ini penekanan yang semula diarahkan pada
sifat pemimpin dialihkan kepada perilaku dan gaya yang dianut oleh para
pemimpin. Dengan demikian, berdasarkan teori ini, agar organisasi dapat
berjalan secara efektif, terdapat penekanan terhadap suatu gaya kepemimpinan
terbaik (one best way of leading). Ketiga,
berdasarkan anggapan, bahwa baik teori-teori sifat kepemimpinan maupun
teori-teori perilaku kepemimpinan memiliki kelemahan yang sama yaitu
mengabaikan peranan penting faktor-faktor situasional dalam menentukan
efektifitas kepemimpinan, kemudian muncul teori-teori kepemimpinan situasional
(situational theories). Dan pengembangan kelompok teori yang terakhir ini, maka
terjadi perubahan orientasi dari `one best way leading’ menjadi
‘context-sensitive leadership’ (Dewi, Piramida Vol.V no.1, 2009).
Dilihat dari faktor tempat pun, konsep kepemimpinan pun akan berubah.
Dilihat dari cakupannya, kita bisa mengkategorikan kepemimpinan lokal,
regional, nasional, bahkan internasional. Semakin luas cakupan kepemimpinan
akan berdampak pada tuntutan nilai-nilai universal yang lebih luas. Semakin
sempit cakupan (lokal bahkan pada level organisasi) akan muncul tuntutan warna
loka sesuai dengan kultur masayarakat setempat. Tulisan La Ode Turi (Budaya
Kepemimpinan Lokal dalam Pelaksanaan MBS, Universitas Kendari) dan Tulisan Dewi
Kurniasih (Kepemimpinan Politik Orang Sunda, Unikom Bandung) merupakan contoh
pendapat bahwa kepemimpinan di wilayah lokal, harus memperhatikan aspek budaya
lokal jika kepemimpinan itu ingin efektif.
Agama dan ideologi pun tentu berpengaruh terhadap kepemimpinan. Komunitas
masyarakat Islam, tentu akan menggunakan nilai-nilai Islam dalam penyusunan
konsep dan aplikasi kepemimpinannya. Demikian pula masyarakat Kristen, Budha,
dll. Ideologi komunis akan menjalankan kepemimpinan dengan ideologi komunis,
demikian pula ideologi liberal.
Menurut Model Fiedler, terdapat tiga hal yang
mempengaruhi situasi seorang pemimpin, yaitu:
1. Leader-member
relations, yaitu tingkat kepercayaan diri (confidence), kepercayaan (trust),
dan penghargaan (respect) dari bawahan kepada pemimpinannya.
2.
Position power, yaitu pengaruh yang
dihasilkan oleh seseorang karena posisi struktural formal di dalam organisasi;
meliputi kekuasaan seorang pemimpin untuk mempekerjakan dan memberhentikan
karyawan (hire and fire), disiplin, mempromosikan karyawan, dan memberikan
gaji.
3. Task
structure , yaitu tingkat pembagian kerja dan penyusunan prosedur kerja.
Implementasi dari pemahaman situasi ini adalah sebagai berikut: Jika
hubungan antara pemimpin dan anggota (leader –member relations) baik, tugas
didelegasikan dengan baik, dan kekuasaan struktural berjalan dengan baik, maka
kinerja organisasi akan
membaik.
Teori lain
yang berkaitan dengan hubungan antara sikap anak buah dan pemimpin adalah:
1.
Path-Goal Theory yaitu teori yang
menyataan bahwa pekerjaan seorang pemimpin adalah membantu anak buahnya untuk
mencapai tujuan dan menyediakan arahan untuk mendukung dan menjamin tujuannya
agar sejalan dengan tujuan kelompok atau perusahaan.
2.
Leader-participation model, yaitu
teori yang menyediakan seperangkat aturan untuk
menentukan bentuk dan jumlah pengambilan keputusan yang dapat diambil bersama
dalam situasi yang berbeda. Artinya, selan seorang pemimpin dapat mengambil
keputusan secara independent, ada kalanya untuk situasi tertentu ia dapat
melibatkan anggota timnya dalam proses pengambilan keputusan.
C. Tipe Kepemimpinan
Tipe atau macam kepemimpinan sangatlah unik untuk dibicarakan, karena dari
sini kita bisa menelisik lebih jauh tipe kepemimpinan yang dijalankan oleh
seorang pemimpin. Ada banyak sekali tipe kepemimpinan yang saya sebutkan. Untuk
lebih jelasnya simaklah keterangan di bawah ini.
Secara umum
tipe kepemimpinan dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu :
1.
Tipe Otoriter
Tipe
kepemimpinan yang berpusat pada pekerjaan tanpa menghiraukan kepentingan
anggota kelompok sama sekali. Keputusan senantiasa berada ditangan pemimpin,
anggota kelompok cenderung
dijadikan sebagai alat untuk mengeksploitir
tujuan kelompok semata, sehingga tipe ini mempunyai kekuasaan absolute.
2.
Tipe Laizess Faire
Tipe Laizess
faire ini memberikan kebebasan yang terlalu luas bagi anggota kelompok,
sehingga kelompok seolah-olah tidak mempunyai seorang pemimpin, sehingga
anggota kelompok cenderung memperlihatkan perilaku agresif yang tinggi.
3.
Tipe Demokratis
Tipe
demokratis merupakan pola kepemimpinan yang sama mementingkan tercapainya
tujuan kelompok seoptimal ,mungkin dengan mengikuti sertakan seluruh partisipasi
anggota, daya dan segenap kemampuan tanggung jawab bersama. Itulah sebabnya
ciri utama gaya kepemimpinan ini adalah pendistribusian wewenang dan tanggung
jawab pemimpin pada sejumlah anggota, tanpa mengurangi partisipasi dan tanggung
jawab terhadap kelompok secara keseluruhan.
Tipe
Kepemimpinan Menurut Blake dan Mouton :
1.
Tipe Improverished
Merupakan perilaku kepemimpinan dengan segala tindakannya yang kurang
berkualitas baik ditinjau dari segi kerjsamanya dengan anggota kelompok maupun
dari segi pencapaian tujuan kelompok itu sendiri. Kepemimpinan seperti ini
dapat disebut sebagai kepemimpinan plinplan.
2.
Tipe Ujung tombak Kelompok
Kepemimpinan yang menganggap faktor manusia sebagai robot pekerja tujuan
kelompok. Ciri-cirinya adalah kejam, mengeksplottir anggota kelompok, tidak
manusiawi, menstruktur batas waktu kerja tak terbatas, memberikan sangsi beret
terhadap kegagalan dan kelalaian, bertipe hubungan impersonal.
3.
Tipe Manusiawi
Merupakan pemimpin yang sangat mementingkan keharmonisan hubungan antar pribadi
sesama anggota dan mengesampingkan tujuan utama kelompok. Cirinya adalah sangat
menghargai eksis-tensi individu sebagai pribadi bersikap lunak, rumah dan penuh
kesopanan, penampilan sebagai manusia (penyayang manusia), rela berkorban demi
kepentingan anggota, punya tenggang rasa yang tinggi.
4.
Tipe Team Builder
Tipe ini sangat mementingkan tujuan dan keharmonisan hubungan sosial
anggota kelompok. Target tujuannya harus tercapai dan hubungan sosial tetap
terbina, harmonis dan penuh keakraban. Tipe ini adalah yang paling baik dan
tidak perlu disangsikan lagi efektivitasnya, apalagi bila digabungkan dengan
pola pendekatan situasional.
5.
Tipe The Middle of the Roader
Tipe ini membuat perilaku perimbangan antara tujuan dan hubungan sosial
anggota kelompok. Keduanya sama dianggap penting dan perlu dicapai secara
bersamaan. Tipe ini tidak jauh berbeda dengan gaya kepemimpinan demokratis
kalau tidak boleh dikatakan identik.
D. Fungsi Kepemimpinan
Fungsi pemimpin
dalam suatu organisasi tidak dapat dibantah merupakan sesuatu fungsi yang
sangat penting bagi keberadaan dan kemajuan organisasi yang bersangkutan. Pada
dasarnya fungsi kepemimpinan memiliki 2 aspek yaitu :
1.
Fungsi administrasi, yakni mengadakan formulasi kebijaksanaan administrasi
dan menyediakan fasilitasnya.
2.
Fungsi sebagai Top Mnajemen, yakni mengadakan planning, organizing,
staffing, directing, commanding, controling, dsb.
Aspek pertama pendekatan perilaku kepemimpinan menekankan pada
fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Fungsi kepemimpinan
itu memiliki dua dimensi sebagai berikut:
Dimensi berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
Dimensi berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam tindakan atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan
orang-orang yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok
kelompok/organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui
keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pemimpin.
Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah:
Berdasarkan kedua dimensi itu, selanjutnya secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan itu adalah:
1.Fungsi Instruktif
2.Fungsi Konsultatif
3.Fungsi Partisipasi
4.Fungsi Delegasi
5.Fungsi Pengendalian
Menurut Ki
Hajar Dewantara Pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang mendorong,
menuntun, dan membimbing asuhannya. Dengan kata lain, beberapa asas utama dari
kepemimpinan Pancasila adalah :
1.
Ing Ngarsa Sung Tuladha : Pemimpin harus mampu dengan sifat dan
perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan bagi orang – orang yang
dipimpinnya.
2.
Ing Madya Mangun Karsa : Pemimpin harus mampu membangkitkan semangat
berswakarsa dan berkreasi pada orang – orang yang dibimbingnya.
3.
Tut Wuri Handayani : Pemimpin harus mampu mendorong orang – orang yang
diasuhnya berani berjalan di depan dan sanggup bertanggung jawab.
E. Teori Kepemimpinan
Memahami
teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana
kepemimpinan dalam suatu organisasi telah dapat dilaksanakan secara efektif
serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Seorang
pemimpin harus mengerti tentang teori kepemimpinan agar nantinya mempunyai
referensi dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori tentang
kepemimpinan antara lain :
- Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah
tentang kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri.
Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan
bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal
dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini mendapat pengaruh
dari aliran perilaku pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat
kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga dapat dicapai melalui
pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental,
dan kepribadian.
Keith Devis
merumuskan 4 sifat umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan
organisasi, antara lain :
a.
Kecerdasan
Berdasarkan
hasil penelitian, pemimpin yang mempunyai kecerdasan yang tinggi di atas
kecerdasan rata – rata dari pengikutnya akan mempunyai kesempatan berhasil yang
lebih tinggi pula.
b.
Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
Umumnya di
dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan internal maupun eksternal,
seorang pemimpin yang berhasil mempunyai emosi yang matang dan stabil. Hal ini
membuat pemimpin tidak mudah panik dan goyah dalam mempertahankan pendirian
yang diyakini kebenarannya.
c.
Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
Seorang
pemimpin yang berhasil umumnya memiliki motivasi diri yang tinggi serta
dorongan untuk berprestasi.Dorongan yang
kuat ini kemudian tercermin pada kinerja yang optimal, efektif dan efisien.
d.
Sikap Hubungan Kemanusiaan
Adanya
pengakuan terhadap harga diri dan kehormatan sehingga para pengikutnya mampu
berpihak kepadanya
- Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
Berdasarkan
penelitian, perilaku seorang pemimpin yang mendasarkan teori ini memiliki
kecendrungan kearah 2 hal.
a.
Pertama yang disebut dengan Konsiderasi yaitu kecendrungan seorang pemimpin
yang menggambarkan hubungan akrab dengan bawahan. Contoh gejala yang ada dalam
hal ini seperti : membela bawahan, memberi masukan kepada bawahan dan bersedia
berkonsultasi dengan bawahan.
b.
Kedua disebut Struktur Inisiasi yaitu Kecendrungan seorang pemimpin yang
memberikan batasan kepada bawahan. Contoh yang dapat dilihat , bawahan mendapat
instruksi dalam pelaksanaan tugas, kapan, bagaimana pekerjaan dilakukan, dan
hasil yang akan dicapai.
- Teori Kewibawaan Pemimpin
Kewibawaan
merupakan faktor penting dalam kehidupan kepemimpinan, sebab dengan faktor itu
seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi perilaku orang lain baik secara
perorangan maupun kelompok sehingga orang tersebut bersedia untuk melakukan apa
yang dikehendaki oleh pemimpin.
- Teori Kepemimpinan Situasi
Seorang pemimpin harus merupakan
seorang pendiagnosa yang baik dan harus bersifat fleksibel, sesuai dengan
perkembangan dan tingkat kedewasaan bawahan.
- Teori Kelompok
Agar tujuan
kelompok (organisasi) dapat tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara
pemimpin dengan pengikutnya.
Dari adanya
berbagai teori kepemimpinan di atas, dapat diketahui bahwa teori kepemimpinan
tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni
pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat,
keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan
bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi
orang untuk melakukan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas
dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap tugas atau orang tertentu.
Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan
negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi
anggotanya. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan
atau reward (baik ekonomis maupun non ekonomis) berarti telah digunakan gaya
kepemimpinan yang positif. Sebaliknya jika pendekatannya menekankan pada
hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif.
Pendekatan kedua ini dapat menghasilakan prestasi yang diterima dalam banyak
situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain gaya kepemimpinan di atas masih terdapat gaya lainnya.
1.
Otokratis
Kepemimpinan seperti
ini menggunakan metode pendekatan kekuasaan dalam mencapai keputusan dan
pengembangan strukturnya. Kekuasaan sangat dominan digunakan. Memusatkan
kekuasaan dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan menata situasi
kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja yang
diperintahkan. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan atas
ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya antaranya
memungkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta memungkinkan
pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
2.
Partisipasif
Lebih banyak
mendesentrelisasikan wewenang yang dimilikinya sehingga keputusan yang diambil
tidak bersifat sepihak.
3.
Demokrasi
Ditandai adanya
suatu struktur yang pengembangannya menggunakan pendekatan pengambilan
keputusan yang kooperatif. Di bawah kepemimpinan pemimpin yang demokrasis
cenderung bermoral tinggi dapat bekerjasama, mengutamakan mutu kerja dan dapat
mengarahkan diri sendiri.
4.
Kendali Bebas
Pemimpin
memberikan kekuasaan penuh terhadap bawahan, struktur organisasi bersifat
longgar dan pemimpin bersifat pasif. Yaitu Pemimpin menghindari kuasa dan
tanggung – jawab, kemudian menggantungkannya kepada kelompok baik dalam
menetapkan tujuan dan menanggulangi masalahnya sendiri.
Menurut Hersey
dan Blanchard (dalam Ludlow dan Panton,1996 : 18 dst), masing – masing gaya
kepemimpinan ini hanya memadai dalam situasi yang tepat meskipun disadari bahwa
setiap orang memiliki gaya yang disukainya sendiri dan sering merasa sulit
untuk mengubahnya meskipun perlu.
Banyak studi
yang sudah dilakukan untuk melihat gaya kepemimpinan seseorang. Salah satunya
yang terkenal adalah yang dikemukakan oleh Blanchard, yang mengemukakan 4 gaya
dari sebuah kepemimpinan. Gaya kepemimpinan ini dipengaruhi oleh bagaimana cara
seorang pemimpin memberikan perintah, dan sisi lain adalah cara mereka membantu
bawahannya. Keempat gaya tersebut adalah:
1.
Directing
Gaya tepat
apabila kita dihadapkan dengan tugas yang rumit dan staf kita belum memiliki
pengalaman dan motivasi untuk mengerjakan tugas tersebut. Atau apabila anda
berada di bawah tekanan waktu penyelesaian. Kita menjelaskan apa yang perlu dan
apa yang harus dikerjakan. Dalam situasi demikian, biasanya terjadi
over-communicating (penjelasan berlebihan yang dapat menimbulkan kebingungan
dan pembuangan waktu). Dalam proses pengambilan keputusan, pemimpin memberikan
aturan –aturan dan proses yang detil kepada bawahan. Pelaksanaan di lapangan harus menyesuaikan dengan detil yang sudah
dikerjakan.
2.
Coaching
Pemimpin tidak
hanya memberikan detil proses dan aturan kepada bawahan tapi juga menjelaskan
mengapa sebuah keputusan itu diambil, mendukung proses perkembangannya, dan
juga menerima barbagai masukan dari bawahan. Gaya yang tepat apabila staf kita
telah lebih termotivasi dan berpengalaman dalam menghadapi suatu tugas. Disini
kita perlu memberikan kesempatan kepada mereka untuk mengerti tentang tugasnya,
dengan meluangkan waktu membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan
mereka.
3.
Supporting
Sebuah gaya
dimana pemimpin memfasiliasi dan membantu upaya bawahannya dalam melakukan
tugas. Dalam hal ini, pemimpin tidak memberikan arahan secara detail, tetapi
tanggung jawab dan proses pengambilan keputusan dibagi bersama dengan bawahan.
Gaya ini akan berhasil apabila karyawan telah mengenal teknik – teknik yang
dituntut dan telah mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan anda. Dalam
hal ini kita perlumeluangkan waktu untuk berbincang – bincang, untuk lebih
melibatkan mereka dalam penganbilan keputusan kerja, serta mendengarkan saran –
saran mereka mengenai peningkatan kinerja.
4.
Delegating
Sebuah gaya
dimana seorang pemimpin mendelegasikan seluruh wewenang dan tanggung jawabnya
kepada bawahan. Gaya Delegating akan berjalan baik apabila staf kita sepenuhnya
telah paham dan efisien dalam pekerjaan, sehingga kita dapat melepas mereka
menjalankan tugas atau pekerjaan itu atas kemampuan dan inisiatifnya sendiri.
Keempat gaya
ini tentu saja mempunyai kelemahan dan kelebihan, serta sangat tergantung dari
lingkungan di mana seorang pemimpin berada, dan juga kesiapan dari bawahannya.
Maka kemudian timbul apa yang disebut sebagai ”situational leadership”.
Situational leadership mengindikasikan bagaimana seorang pemimpin harus
menyesuaikan keadaan dari orang – orang yang dipimpinnya.
Ditengah –
tengah dinamika organisasi (yang antara lain diindikasikan oleh adanya perilaku
staf / individu yang berbeda – beda), maka untuk mencapai efektivitas
organisasi, penerapan keempat gaya kepemimpinan diatas perlu disesuaikan dengan
tuntutan keadaan. Inilah yang dimaksud dengan
situasional lesdership,sebagaimana telah disinggung di atas. Yang perlu
diperhatikan adalah bahwa untuk dapat mengembangkan gaya kepemimpinan
situasional ini, seseorang perlu memiliki tiga kemampuan khusus yakni :
1.
Kemampuan analitis (analytical skills) yakni kemampuan untuk menilai
tingkat pengalaman dan motivasi bawahan dalam melaksanakan tugas.
2.
Kemampuan untuk fleksibel (flexibility atau adaptability skills) yaitu
kemampuan untuk menerapkan gaya kepemimpinan yang paling tepat berdasarkan
analisa terhadap situasi.
3.
Kemampuan berkomunikasi (communication skills) yakni kemampuan untuk
menjelaskan kepada bawahan tentang perubahan gaya kepemimpinan yang kita
terapkan.
Ketiga
kemampuan di atas sangat dibutuhkan bagi seorang pemimpin, sebab seorang
pemimpin harus dapat melaksanakan tiga peran utamanya yakni peran
interpersonal, peran pengolah informasi (information processing), serta peran
pengambilan keputusan (decision making) (Gordon, 1996 : 314-315).
Peran pertama meliputi :
1.
Peran Figurehead Sebagai
simbol dari organisasi
2.
Leader Berinteraksi dengan bawahan, memotivasi dan
mengembangkannya
3.
Liaison Menjalin
suatu hubungan kerja dan menangkap informasi untuk kepentingan organisasi.
Sedangkan peran kedua terdiri
dari 3 peran juga yakni :
1.
Monitior Memimpin
rapat dengan bawahan, mengawasi publikasi perusahaan, atau berpartisipasi dalam
suatu kepanitiaan.
2.
Disseminator Menyampaikan
informasi, nilai – nilai baru dan fakta kepada bawahan.
3.
Spokeman Juru
bicara atau memberikan informasi kepada orang – orang di luar organisasinya.
Peran ketiga terdiri dari 4 peran
yaitu :
1.
Enterpreneur Mendesain
perubahan dan pengembangan dalam organisasi.
2.
Disturbance Handler Mampu
mengatasi masalah terutama ketika organisasi sedang dalam keadaan menurun.
3.
Resources Allocator Mengawasi
alokasi sumber daya manusia, materi, uang dan waktu dengan melakukan
penjadwalan, memprogram tugas – tugas bawahan, dan mengesahkan setiap
keputusan.
4.
Negotiator Melakukan
perundingan dan tawar – menawar.
Dalam
perspektif yang lebih sederhana, Morgan ( 1996 : 156 ) mengemukakan 3 macam
peran pemimpin yang disebut dengan 3A, yakni :
1.
Alighting Menyalakan
semangat pekerja dengan tujuan individunya.
2.
Aligning Menggabungkan
tujuan individu dengan tujuan organisasi sehingga setiap orang menuju ke arah
yang sama.
3.
Allowing Memberikan
keleluasaan kepada pekerja untuk menantang dan mengubah cara kerja mereka.
Rahasia utama
kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya,
bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Maka jika ingin menjadi
pemimpin yang baik jangan pikirkan orang lain, pikirkanlah diri sendiri dulu. Tidak akan bisa mengubah orang
lain dengan efektif sebelum merubah diri sendiri. Bangunan akan bagus, kokoh,
megah, karena ada pondasinya. Maka sibuk memikirkan membangun umat, membangun
masyarakat, merubah dunia akan menjadi omong kosong jika tidak diawali dengan
diri sendiri. Merubah orang lain tanpa merubah diri sendiri adalah mimpi
mengendalikan orang lain tanpa mengendalikan diri.
F. Kepemimpinan Yang Melayani
Merenungkan
kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan adalah jabatan
formal, yang menuntut untuk mendapat fasilitas dan pelayanan dari konstituen
yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika
dilantik mengatakan bahwa jabatan adalah sebuah amanah, namun dalam
kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang
sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang
melayani.
1.
Karakter Kepemimpinan
Hati Yang
Melayani
Paling tidak
menurut Ken Blanchard dan kawan – kawan, ada sejumlah ciri –ciri dan nilai yang
muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani,yaitu tujuan
utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang
dipimpinnya. Orientasinya adalah bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun
golongan tapi justru kepentingan publik yang dipimpinnya.
Seorang
pemimpin memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang
dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya. Hal ini
sejalan dengan buku yang ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the
Leaders Around You. Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari
kemampuannya untuk membangun orang – orang di sekitarnya, karena keberhasilan
sebuah organisasi sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam
organisasi tersebut.
Seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani
adalah akuntabilitas ( accountable ). Istilah akuntabilitas adalah berarti
penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan,pikiran
dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada public atau kepada setiap
anggota organisasinya.
2.
Metode Kepemimpinan
Kepala Yang
Melayani
Seorang
pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tapi juga harus
memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang
efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek yang pertama yaitu
karakter dan integritas seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan
formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metode
kepemimpinan yang baik. Dalam salah
satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan
berjudul Can Leadership Be Taught, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini
metode kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki
karakter kepemimpinan. Ada 3 hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu :
a.
Kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas. Visi ini
merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong
terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun
sinergi berbagai keahlian dari orang – orang yang ada dalam organisasi
tersebut.
b.
Seorang pemimpin yang efektif adalah
seorang yang responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan,
kebutuhan, harapan, dan impian dari mereka yang dipimpin. Selain itu selalu
aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun
tantangan yang dihadapi.
c.
Seorang pemimpin yang efektif adalah
seorang pelatih atau pendamping bagi orang – orang yang dipimpinnya
(performance coach). Artinya dia memiliki kemempuan untuk menginspirasi,
mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk
rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dsb),
melakukan kegiatan sehari – hari seperti monitoring dan pengendalian, serta
mengevaluasi kinerja dari anak buahnya.
3.
Perilaku Kepemimpinan
Tangan Yang Melayani
Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan
karakter dan integritas, serta memiliki kemampuan metode kepemimpinan, tapi dia
harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken
Blanchard disebutkan perilaku
seorang pemimpin, yaitu :
a.
Pemimpin tidak hanya sekedar
memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh – sungguh memiliki kerinduan senantiasa
untuk memuaskan Tuhan.
b.
Pemimpin focus pada hal – hal
spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Apapun yang dilakukan
bukan untuk mendapat penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan dia lebih
mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan,
dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.
c.
Pemimpin sejati senantiasa mau
belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek , baik pengetahuan, kesehatan,
keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating )
dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame. Melalui solitude
(keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman Tuhan ).
Demikian kepemimpinan yang melayani menurut Ken
Blanchard yang sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami
oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar, penulis buku Spiritual
Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolak ukur kecerdasan
spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Bahkan dalam
suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman,
menunjukkan pemimpin – pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak
kesuksesan biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka
biasanya adalah orang –orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima
kritik, rendah hati, mampu memahami spiritualitas yang tinggi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata pemimpin,
kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan.
Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya,
tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa
kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan,
apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau
kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap
teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
Rahasia utama
kepemimpinan adalah kekuatan terbesar seorang pemimpin bukan dari kekuasaanya,
bukan kecerdasannya, tapi dari kekuatan pribadinya. Seorang pemimpin sejati selalu
bekerja keras memperbaiki dirinya sebelum sibuk memperbaiki orang lain.
Pemimpin bukan
sekedar gelar atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang
tumbuh dan berkembang dari dalam diri seseorang. Kepemimpinan
lahir dari proses internal (leadership
from the inside out).
B. Saran
Sangat
diperlukan sekali jiwa kepemimpinan pada setiap pribadi manusia. Jiwa
kepemimpinan itu perlu selalu dipupuk dan dikembangkan. Paling tidak untuk
memimpin diri sendiri.
Jika saja
Indonesia memiliki pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa.
Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut
mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya adalah
pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung
kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang
dipimpin.
No comments:
Post a Comment